Jumat, 29 Agustus 2014

Lengkap Sudah Jamuan Ceu Siska

Keberangkatan Dewan Pengurus (DP) dan Dewan Pertimbangan Pengurus (DPP) Lises Unpad ke Pangalengan bertujuan untuk Rapat Kerja Tengah Tahun (Rakerta). Rakerta kepengurusan 2013/2014 itu akan dilaksanakan di kediaman Kang Sonny Tamara Kecamatan Pangalengan. Namun, satu hari sebelumnya yaitu Jum’at, 22 Agustus 2014 saya diajak untuk ikut serta ke sana. Awalnya saya bingung karena beranggapan itu hanya untuk DP dan DPP saja. Ternyata, yang berangkat ke Pangalengan bukan hanya pengurus saja. Melainkan teman-teman Lises yang lain termasuk saya yang notabene anggota termuda (Wisnuwarman).

Kami tidak bermalam di kediaman Kang Sonny, melainkan di kediaman Ceu Siska. Kediaman Ceu Siska berdekatan dengan Sonny. Saya, Kang Ade, Kang Daelan, Kang Gandhi, Ceu Enod, Ceu Ableh, dan Juding tidur nyenyak dipepende oleh udara dingin segar Pangalengan. Rumahnya sederhana, namun suasananya nyaman sekali. Saya masih ingat hangatnya keluarga Ceu Siska saat pertama menginjakan kaki di halaman rumahnya. Sungguh membuat saya merindukan suasana rumah.

Kami melakukan perjalanan dari Jatinangor ke Pangalengan selama hampir tiga jam. Teriknya sinar matahari membuat kami lelah. Terlebih udara Pangalengan siang hari yang tetap panas jauh dari perkiraan awal (dingin). Kami berinisiatif untuk istirahat sejenak menunggu waktu ashar di halaman belakang. Cukup asri dan sejuk suasana di sana. Jika Anda keluar dari pintu belakang, Anda akan langsung dihadapkan dengan kolam ikan yang dikelilingi pohon jambu yang sedang berbuah.

Angin sepoi-sepoi menemani waktu istirahat kami. Tidak begitu lama, Ibu Ceu Siska menghampiri kami dengan membawa satu mangkuk besar tutut (Baca - Keong sawah). Olahan makanan favorit suku Sunda itu sangat lezat, bumbunya kebetulan mirip seperti rasa olahan rendang daging sapi. Apalagi ditemani kerupuk dan teh manis hangat. Saya serasa ingin menulis ucapan TERIMA KASIH yang sangat besar pada kain raksasa (saking bahagianya). Ternyata, keluarga Ceu Siska terus saja menjamu kami. Setelah makan tutut, datanglah ayahnya Euceu dengan membawa alat pancing. Beliau menghendaki kami untuk mancing: sambil menunggu sore katanya. Awalnya kami ragu, tapi ujung-ujungnya mancing juga.

Cukup sulit memancing di kolam yang tidak terlalu besar. Karena mungkin boro-boro ikan mau nyantap ikan, mau berenang ke tengah juga sudah syukur. Karena, pemancing-pemancing amatir ini selalu tertawa dan bolak-balik gak jelas. Saya dan Kang Ade berhasil menangkap ikan. Hanya Kang Daelan yang gagal, mungkin bukan harinya. Kami sempat putus asa karena hari sudah mulai gelap, sementara tangkapan kami baru tiga ikan. Sekali lagi ayah Ceu Siska menjadi Superman bagi kami. Beliau telah menyiapkan ikan-ikan besar sebelum kami sampai. Ikan-ikan itu disimpan di dalam jaring dan kami tidak mengetahui keberadaannya. Kini, saya ingin menuliskan lagi kata I LOVE YOU di atas langit untuk keluarga Ceu Siska.

Malam pun tiba, kami menunaikan solat Isya bergantian. Perut yang keroncongan memaksa kami untuk mencari makanan. Sampai ketika ada seorang di antara kami mengusulkan untuk jajan bakso. Tidak ada pilihan lain, kami pun sepakat pergi bersama-sama untuk membeli semangkuk bakso yang katanya bakso khas Pangalengan. Perut kenyang dan bibir merah karena porsi yang sangat pedas. Namun, keluarga Ceu Siska belum puas menjamu kami. Sepulang dari tempat bakso, kami disambut oleh keluarga Ceu Siska dengan api unggun kecil yang hangat. Gelak tawa yang terlontar akibat kelucuan keponakan-keponakan Ceu Siska menambah kehangatan suasana pada malam itu. Kehangatan itu membuat jarak antara kami semakin tidak tampak. Hal itu sempat menjadi ketakutan bagi saya karena khawatir predikat saya sebagai akademisi justru membuat jarak dengan masyarakat. Namun, keterbukaan menghapuskan jarak itu. Malam yang penuh kehangatan ini ditutup dengan memasak ikan bakar dan makan bersama. Terima kasih keluarga Ceu Siska, semoga kebaikan menyertai kehidupan Bapak, Ibu, Ceuceu, dan semuanya. Amiin


---TAMAT---
Selanjutnya

Tidak ada komentar: