Kamis, 10 Desember 2015

Mengisi Masa Muda Dengan Bermaslahat Bagi Sesama


Assalammu.alaikum,
Selamat siang Sahabat!


Mereka lucu-lucu ya! Padahal hari itu hari Minggu tapi kok ada anak-anak sekolah ya, memangnya ada acara apa? Baiklah Sahabat, jadi begini ceritanya...

Hari itu adalah hari ketiga saya di Kagoshima bersama Sahabat-Sahabat saya dari Lises Unpad. Setelah hari kedua bertugas sebagai fotografer di Houzan Hall untuk pertunjukan Kang Afif, Kang Arif, dan Teh Efrin, inilah hari dimana saya berkata, "Show time!". Ya, kini giliran saya (cieeelaah). Stage-nya di dua tempat yang berbeda akan tetapi masih dalam satu lokasi, "Tenmonkan Area". Tenmonkan merupakan pusat perbelanjaan yang menjadi maskot Kota Kagoshima.

Setelah pementasan selesai, kami pun segera bergegas membersihkan sisa-sisa make up. Kala itu, kami diajak berkeliling untuk yaa bisa dibilang mencari jajanan lokal dan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Indonesia oleh Bu Purnama. Setelah selesai, kami pun segera berkeliling dan memasuki rupa-rupa pertokoan di sana. Dari toko souvenir hingga makanan semuanya didatangi. Seru, sangat seru! Selaku dokumenter, saya pun berusaha untuk mengabadikan momen tersebut.

Ketika berbelanja, mata saya pun tertuju kepada sekelompok pelajar yang berdiri rapi di tengah-tengah keramaian. Mereka berseragam lengkap. Hanya saja dihiasi dengan selempang berbahasa Jepang. Kotak dari kardus, balon dan lain-lain. Saya sama sekali tidak mengerti apa yang sedang mereka lakukan. Mereka tersenyum dan kemudian memberikan balon itu kepada mereka yang memasukan sesuatu ke dalam kotak mereka. Saya pun mendekat dan sedikit berbincang dengan mereka. Saya pun bertanya, "Hai, lagi ngapain nih?". Mereka pun menjawab, "Kami sedang menjadi agen sosial untuk korban bencana. Charity, charity." Saya pun kembali bertanya, "Memangnya adik dari sekolah mana?" Salah seorang dari mereka menjawab, "Kami adalah siswa dari salah satu SMA di Kota Kagoshima." Wow, saya sangat mengapresiasi sekali terhadap apa yang mereka lakukan. Bayangkan saja, kepekaan dan kepedulian mereka akan sosial sudah terpupuk sejak dini. Mereka terjun langsung ke lapangan dengan wajah-wajah ceria walaupun waktu akhir pekannya tidak seperti mayoritas teman-teman lainnya.

Berdasarkan pengamatan saya, siswa-siswa SMA yang melakukan aksi sosial di Tenmonkan tidak hanya menjadi penerima sumbangan secara langsung saja. Menurut saya bukan itu esensi yang utamanya. Bukan uang hasil sumbangan masyarakat atau pengunjung pusat perbelanjaan yang menjadi sasaran utama. Informasi! Ya, informasi yang disampaikan langsung secara interpersonallah yang utama. Selain berdiri dengan senyuman, menyapa dengan hangat, dan memberikan balon kepada pengunjung, mereka juga memberikan informasi terkait objek sasaran. Selain membawa kardus untuk uang, mereka juga membenahi diri dengan selebaran dan poster terkait objek sasaran. Siswa-siswi SMA Kota Kagoshima itu menjadi sumber informasi terdekat dengan masyarakat.

Lebih menarik lagi adalah usia mereka yang tergolong remaja. Sedangkan mayoritas masyarakat yang lalu lalang di Tenmonkan adalah kategori usia dewasa. Mereka membawa informasi sekaligus membawa semangat jiwa muda (Haha). Sangat berpengaruh kepada kondisi kejiwaan masyarakat yang melihat mereka. Seperti halnya saya, secara spontan hati kecil saya berkata, "Wah, keren banget ni bocah. Masih bocah tapi udah peduli sosial. Walaupun minta sumbangan, tapi kemasannya menarik. Mereka juga bisa menjelaskan alur uang sumbangannya. Cantik, bersih, senyumnya menawan. Mereka telah mewakili betapa pentingnya harmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Saling peduli satu sama lain (tidak apatis), derita saudara kita walau terpisah oleh jarak merupakan derita kita juga." Saya pun merasa bangga bisa berfoto dengan bidadari-bidadari kecil Jepang ini.


Tenmonkan merupakan surga belanja terbaik di Kagoshima, yuk ngeborong! ^-^


Wassalammu'alaikum!

Kamis, 19 November 2015

KENYAMANAN BERTRANSPORTASI BUS DI KOTA KAGOSHIMA


“Suasana interior salah satu bus kota di Kota Kagoshima, saya pun menyempatkan diri untuk berfoto sebelum saya dan rombongan berkeliling kota”


Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!

“Tulisan ini tidak bertujuan untuk membandingkan kondisi bus di sana dengan di Bandung secara gamblang/langsung. Tidak! Namun saya hanya akan berbagi pengalaman saat menggunakan transportasi bus saat berkeliling Kota Kagoshima”

Selamat membaca!

Tidak ada kondektur di sana, tapi sang supir pun gesit mengatur koper-koper kami di bagasi. Dia berseragam kemeja putih, berdasi, dan sepatu pantopel yang sangat mengkilat. Tampilannya persis dengan kaum eksekutif di perkantoran pada umumnya. Hanya saja yang berbeda ia bertopi dan sarung tangan. Dari raut wajahnya, saya melihat adanya kebanggaan walaupun berprofesi sebagai supir bus kota.

Setiap paginya kami selalu berjalan dari hotel menuju bus yang akan kami tumpangi selama kurang lebih 100 meter. Sepuluh langkah lagi menuju bus, kami sudah disambut pria paruh baya dengan pakaian rapi di samping bus. Dia membungkukkan badan dan berkata, “Ohayo Gozaimasu!” dengan senyum khasnya. Dengan ekspresi ceria dia langsung membukakan pintu bagasi bus. Walaupun nampak dari wajahnya ada ekspresi kebingungan karena tidak bisa berbahasa Inggris untk berkomunikasi dengan kami, namun gesturnya mengarahkan kami untuk segera mengantri dan mengatur koper kami. Kami mengerti dan kemudian membantunya secara berestafet dengan pak supir. Sebuah bentuk pengaplikasian nilai gotong royong yang semakin terkikis di Indonesia sebaliknya justru saya lihat sangat jelas di sini. Hampir di semua aspek kehidupan, termasuk hal yang sederhana, memasukan koper ke dalam bagasi. Setelah semuanya selesai, dia pun tersenyum, menatap kami dan berkata sesuatu dengan bahasa Jepang. Walaupun kami tidak mengerti, saya menangkapnya mungkin, “Alhamdulillah, sudah selesai. Mari masuk ke Bus!” Haha, itu sih hanya persepsi saya saja.

Pemandu kami dari panitia Kagoshima Asian Youth Art Festival yang berjumlah dua orang pun berbaris di samping pintu dan menghitung jumlah kami. Mereka memastikan bahwa tidak ada satu pun di antara kami yang tertinggal. Hemmmm... Aroma interior bus yang khas menjadi mood booster bagi saya. Saya masih ingat kondisi cuaca saat itu. Matahari yang bersinar terang, indah sekali. Sinarnya memantul seperti berlian di permukaan air sungai besaar yang membelah kawasan Kagoshima Chuo Station dan Tenmonkan Area itu. Anginnya pun berhembus merdu. Kami memiliki banyak cahaya yang menyegarkan pagi itu, tapi suhu saat itu tidak panas justru sejuk sekali. Kondisi sempurna untuk mengawali aktivitas di pagi hari.

Konfigurasi tempat duduknya dua-dua (2-2) dan luas. Sofanya empuk, tidak memakai bahan seperti karpet yang licin, tapi persis seperti sofa bahan kain. Di belakang kursi yang empuk itu juga disediakan tabloid dan majalah yang diletakan di belakang kursi yang sengaja memang diperuntukkan untuk kami. Selain itu, terdapat gantungan yang berfungsi untuk menggantungkan mantel atau jaket di sana. Serta ada tempat penyimpanan botol portable. Jadi, ketika kita membawa botol minum ke dalam bus, kita bisa menyimpan botol minum kita di sana. Yang menarik adalah tidak ada kepulan asap hitam dari knalpot busnya. Suara mesin yang hampir tidak terdengar pun mendukung kenyamanan berkendara dan berkeliling di Kota Kagoshima.

Saat di Indonesia, saya sering sekali naik bus. Entah itu bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), maupun bus kota. Saya merekam detail secara empiris tentang pelayanan, fasilitas, termasuk desain eksterior dan interiornya. Selama satu pekan di Kota Kagoshima pun secara otomatis saya selalu melakukan komparasi dengan kondisi transportasi kota di Bandung-Jatinangor (area perkuliahan saya). Di Bandung, kita familiar dengan bus kota Damri. Banyak cerita di dalam Damri, termasuk mungkin ketemu doi di Damri (Haha, just kidding). Mahasiswa Bandung coret seperti saya sangat sering memakai jasa transportasi bus Damri untuk mengantar saya ke pusat Kota Bandung. Jadi, saya selaku penumpang tetap sarana transportasi Bandung Raya (haha) menginginkan suatu perubahan yang mungkin salah satu perubahannya mendekati kualitas sarana transportasi negara lain, atau justru lebih baik. Kalau negara lain saja bisa, lantas kita pun pasti bisa!


Bus di belakang saya merupakan Sightseeing Kagoshima City's Bus yang memiliki desain eksterior yang unik seperti lumba-lumba. Tak kalah, Bandung pun memiliki Bus Bandros (Bandung Tour on the Bus"


Wassalammu’alaikum
Aziz Muslim

CONTACT AZIZ MUSLIM

Assalammu'alaikum...

Terima kasih telah berkunjung ke blog CATATAN KRESNA. KRESNA adalah blog pertama saya. Catatan Kresnaa berfungsi sebagai diary perjalanan kehidupan saya secara lebih personal. Saya sangat senang apabila perjalanan hidup saya dapat memberikan banyak inspirasi bagi kehidupan Anda.

Sebelum memulai membaca, izinkan saya memperkenalkan diri.
Nama saya Aziz Muslim.
Saya tinggal di kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
Saya berusia 20 tahun.
Sekarang saya duduk di bangku kuliah Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Dan saya adalah seorang muslim yang memiliki passion di bidang pemasaran.

Saya memiliki kecintaan di dunia marketing dari sejak lama. Saya jadi teringat pertama kalinya berkecimpung di dunia pemasaran, yaitu sejak umur 5 tahun. Saat itu, saya sering membawa jajanan titipan Ibu dengan harga Rp 100,- ke pengajian. Kegiatan memasarkan itu terus berlangsung hingga remaja. Dari bangku SMP sampai SMA, saya sampai-sampai disebut "Bos Pulsa" karena hampir semua kelas berlangganan pulsa kepada saya. Saat kelas XI-lah saya mulai berani bermain di ranah clothing. Antarkelas beradu gengsi dengan membuat nama kelas berikut kaosnya. Awalnya saya menjadi broker/makelar untuk kelas sendiri. Setelah melihat hasilnya yang terbilang lumayan, saya pun berani untuk menawarkan ke kelas sebelah. Respon dari mereka pun positif saat itu. Setahun berlalu, hampir semua kelas menyerahkan proyek itu kepada saya. Semenjak itulah, saya lebih suka menjadi broker ketimbang mengeluarkan modal uang sendiri.

Dan pada Oktober 2013 Saya mendirikan brand yang bergerak pada bidang pemasaran dengan nama KRESNA ANTSENA. Dengan tagline The Miracle of Marketing Solutions. Saya ingin brand saya mampu menjadi konsultan pemasaran terbaik bagi berbagai usaha masyarakat Indonesia.

OK, Itu saja perkenalan dari saya. Semoga blog ini bisa menjadi penebar kebaikan, yang bermanfaat bagi para pembaca dan saya sendiri.
Silahkan ikuti terus cerita blog ini, Sahabat.

Terima kasih...


Selain gemar berwirausaha, Aziz Muslim juga seorang pecinta budaya dan kearifan lokal


Contact person AZIZ MUSLIM :
Untuk menghubungi Aziz Muslim bisa melalui,
Telpon/SMS/WA 0896-2796-0494
Line amuslim24
BBM 553D1AA6

Terima kasih :)

Selasa, 17 November 2015

KEINDAHAN TOILET NEGERI MATAHARI TERBIT




Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!


Foto di atas adalah foto ketika saya dan Kang Afif menginjakkan kaki pertama kali di salah satu toilet Bandara Internasional Narita Tokyo, Jepang. Haha... Saya pun tertawa sendiri membaca judul di atas. Lucu sih, tapi ya apa daya memang kenyataannya seperti itu. Saya berbicara demikian karena toiletnya sangat bersih. Lantainya bersih dan tidak becek serta tidak ada coretan-coretan curhat tangan-tangan nakal di dindingnya. Aromanya harum dan tidak tercium bau pesing atau aroma khas toilet lainnya seperti di Indonesia. Kami pun geli untuk mengabadikan momen itu tanpa sedikit pun risih karena sedang berada di toilet (haha). Kloset dengan sistem otomatis pun sempat membuat kami terkagum-kagum saat itu. Mana bisa kami tidak sedikit pun direpotkan di sana. Semuanya serba otomatis.

Saat toilet menjadi sampel terbaik untuk indikator tingkat kebersihan sebuah kota, maka Jepang pun mampu menunjukkan budayanya yang cinta akan kebersihan dan kenyamanan secara nyata. Yang saya rasakan kala itu selain rasa kagum terhadap kondisinya tetapi juga pada sistem sosial di sana akan pentingnya menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan dan kenyamanan tidak hanya seakan tanggungjawab pengelola/petugas kebersihan/fasilitator saja, melainkan tanggungjawab bersama. Semua masyarakat di sana menyadari bahwa mereka harus menjaga kebersihan agar tercipta kenyamanan dalam kehidupan mereka. Akan tetapi, tidak cukup sampai disitu, masyarakat Jepang pun menunjukkan tindakan nyata untuk mewujudkan kenyamanan itu. Mereka merasa ini adalah tanggungjawab setiap individu dan ini mutlak harus dipegang secara teguh. Hal ini tentu saja bertahan akibat ada harmonisasi juga dari pengelola atau lebih luas cakupannya yaitu pemerintah. Mereka sairing sajalan atau melangkah bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Indonesia dengan segala potensi didalamnya masih belum mampu menciptakan keharmonisan antara pemerintah dan masyarakatnya. Hal itu terbukti dengan selalu saja terjadi saling menyalahkan antara mereka. Pemerintah dalam konteks ini yang memfasilitasi menyalahkan masyarakat dengan tuduhan tidak menjaga dan justru merusak fasilitas yang telah diberikan. Masyarakat pun tak jarang yang justru menuduh pemerintah akan tuduhan serupa. Dalam benak masyarkaat, masih banyak oknum-oknum bagian dari pemerintah yang sama seperti mereka atau bahkan lebih parah dan seenaknya daripada mereka. Seperti dijumpai PNS yang membuang sampah sembarangan, puntung rokok di jalan, dll. Chaos! Ya, ini memang kenyataan kita saat ini.

Pemerintah dan masyarakat seyogyanya berjalan beriringan karena demi mewujudkan cita-cita bersama. Mematuhi dan menghormati peraturan yang mereka buat sendiri. Bukan justru bersama-sama tidak mengindahkan aturannya sendiri. Pemerintah dalam hal ini mutlak harus berada di posisi benar dan yang membenarkan. Ketika peraturan itu dibuat untuk dipatuhi masyarakat, sudah semestinya pemerintah harus menjadi figur yang menjadi model dari peraturan tersebut. Sebagaimana yang disampaikan Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. dalam bukunya yang berujudl Change!, “Setiap satu perubahan kecil dilakukan seseorang maka akan terjadi pula perubahan-perubahan lainnya. Berilah seseorang yang berpakaian sederhana sebuah pena yang bagus maka ia akan memakai baju yang bagus untuk menyesuaikan dengan penanya. Berikanlah lantai yang bersih maka orang akan berhenti membuang sampah”. Hal itu guna terjadinya perasaan respect dari masyarakat. Sehingga, masyarakat mayoritas yang awalnya masih membuang sampah sembarangan dan tidak mampu menjaga kebersihan setelah melihat figurnya, mereka lambat laun akan sadar dan kemudian mengikuti jejak langkahnya. Setelah itu, terjadilah harmoni antara pemimpin dan yang dipimpinnya. Bersama-sama, di ranah dan posisi masing-masing demi mewujudkan tujuan bersama yaitu kenyamanan bersama.

Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim

Minggu, 15 November 2015

SELAMAT DATANG, WELCOME TO JAPAN!


 "Kata ‘Selamat datang’ terpampang jelas di lorong kedatangan Bandara Internasional Narita Tokyo Jepang”

 

Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!

Malam ini saya akan mencoba untuk berbagi kisah tentang sebuah banner di Bandara Internasional Narita, Tokyo Jepang. Tentunya ini bukanlah banner biasa. Hal itu karena konten yang ada didalamnya mampu memberikan makna positif bagi hidup saya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat...

Sederhana, lembut, nyaman, menyentuh, dan masih banyak lagi istilah yang ingin saya ucapkan untuk merepresentasikan perasaan saya saat pertama kalinya menginjakan kaki di World Sky Gate kebanggaan masyarakat Jepang tersebut. Saya sangat mengapresiasi sebuah upaya positif dari pengelola Bandara Internasional Narita untuk penyambutan para penumpang dengan bahasa negara masing-masing. Sebuah sambutan yang membuat hati ini semakin bangga. Bangga karena dua hal: Pertama, Dengan segala kelebihan dan kekurangan, saya dapat menginjakan kaki di Jepang. Kedua, terdapat bahasa Indonesia di sana, “Selamat datang”. Menurut saya, hal tersebut merupakan sebuah sambutan terbaik yang memang keberadaannya sangat cocok untuk menghiasi terminal kedatangan internasional suatu bandara. Sehingga, turis mancanegara seperti saya dapat merasakan adanya sambutan yang penuh hormat walaupun tidak sedang berada di negaranya. Akan tetapi, ada hal yang lebih penting yang akan saya sampaikan selain perasaan bangga. Dengan adanya greeting semacam itu, saya merasakan bahwa keberadaan saya di sana sangat diakui. Hal itu memberikan dampak dan pengaruh yang sangat signifikan kepada mood saya yang sempat loyo akibat lamanya mengudara (hampir enam jam). Alhasil, semua rasa lelah itu hilang saat melihat banner tersebut. Jepang telah berhasil membuat saya jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Indonesia pun bisa mengadopsi hal seperti itu jika memang ada kemauan, apakah ada? Kemungkinan besar ada. Apakah bisa diterapkan? Kemungkinan besar bisa. Bagaimana jika sekarang? Belum tentu, banyak hal yang harus dipertimbangkan... sangat banyak, banyak, dan... banyak... dan saking lamanya mempertimbangkan maka kemungkinan besar mereka lupa dan akhirnya ide serta kemauan itu hilang...


Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim

Sabtu, 14 November 2015

SEBUAH PENERBANGAN PERTAMA: BISMILLAH, JEPANG!

“Saya, Kang Ade, dan Kang Afif berada di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Nampak moncong pesawat Japan Airlines yang akan membawa kami ke Bandara Narita Tokyo malam ini.”




Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!


Pesawat di belakang kami adalah Japan Airlines yang akan membawa kami menuju negeri matahari terbit malam ini. Penerbangan ini merupakan penerbangan yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup saya. Ini adalah penerbangan pertama, ke luar negeri (Jepang), dan gratis. Ketika menulis artikel ini hati kecil saya bergumam, “Ya Allah, nikmat-Mu yang mana yang bisa hamba dustakan? Alhamdulillah... Alhamdulillah.” Di balik kekurangan saya, mahasiswa biasa yang bisa kuliah dengan bantuan SKTM (Surat keterangan Tidak Mampu) dari kelurahan disertai dengan draft prestasiyang tak seberapa, saya tetap diberikan kesempatan oleh-Nya untuk bisa merasakan nikmat dan karunia yang tidak semua orang bisa merasakannya. Kasarnya, bisa duduk dan belajar di kampus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran secara gratis saja sudah merupakan karunia yang sangat luar biasa. Terlebih menjadi delegasi Indonesia untuk mengikuti event Internasional di Jepang, saya harus menyebut ini apa? Saya tidak bisa berkata-kata apa lagi selain ungkapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa, “Alhamdulillahirabbil’alamiin.”

Kedua orang di sebelah saya merupakan orang yang penting dalam hidup saya. Selain dosen yang menempa saya di ranah akademik, saya pun mendapatkan tempaan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lingkung Seni Sunda Universitas Padjadjaran (Lises Unpad) oleh mereka berdua. Sebetulnya banyak sekali sosok kakak yang sangat berpengaruh bagi hidup saya di sana, namun tetap saja merekalah yang terbaik. Kang Ade (tengah) merupakan seorang sarjana lulusan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya). Sekarang ia dipercaya untuk menjadi seorang pelatih tari di Lises Unpad. Tetapi, saya menganggapnya bukan sekedar hubungan profesional antara pelatih dan yang dilatih, melainkan seperti kapilanceuk (Kakak angkat) di Lises. Walaupun masih tergolong relatif muda, Kang Ade memiliki segudang prestasi dan jam terbang yang mumpuni dalam ranah pelestarian budaya tradisional Sunda. Ia sering menjadi delegasi Indonesia untuk berbagai kegiatan budaya di luar negeri diantaranya Hungaria, Jepang, Malaysia, Perancis, Belanda, dan lain-lain. Wataknya yang disiplin selalu ia tunjukan saat proses latihan. Tentunya itu memberikan banyak perubahan dalam hidup. Selain menekuni langsung (sebagai praktisi) bidang kesenian seperti tarian tradisional, ia juga bekerja sebagai Verifikator Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung. Banyak sekali sanggar seni di pelosok negeri yang telah ia kunjungi. Selalu saja ada cerita baru saat berdiskusi maupun berbincang santai dengannya.

Sedangkan Kang Afif (Kanan) merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Industri Pertanian. Ia lebih senior satu tahun daripada saya. Di Lises, ia diamanati sebagai Koordinator Divisi Pendidikan dan Pelatihan masa bakti 2014/2015. Sikapnya yang ramah, murah senyum, dan humoris menjadikan ia sebagai kakak sekaligus sahabat terbaik yang saya miliki. Kemampuan dan bakat tarinya sangat alami. Dia lah aset terbaik Lises pada saat ini. Ketika proses latihan, ia selalu bisa menyerap materi dengan mudah. Bakatnya menjadikan ia sebagai asisten pelatih dan bahkan saya memprediksi kelak dia akan menjadi pelatih terbaik yang pernah Lises miliki. Pada tanggal 27 November nanti, ia akan berperan sebagai Gatot Kaca. Sebuah pementasan wayang orang yang mana bisa disebut sebagai tarian dengan level tertinggi dan sangat bergengsi.

Kami bertiga adalah anak divisi Pendidikan dan Pelatihan. Setidaknya saat kami berkumpul, prioritas diskusi kami adalah peningkatan kualitas kemampuan anggota Lises Unpad dalam berkesenian. Kami berbagi ilmu mengenai sistem, manajemen, dan eksekusi lapangan saat latihan berlangsung. Tetapi lebih dari itu, kami satu suku bangsa (Sunda) yang silih asah, silih asih, dan silih asuh. Karena Lises bukan sekedar organisasi dan wahana penempaan kualitas diri entah itu dalam bidang kesenian maupun softskill lainnya saja, melainkan jauh lebih melibatkan perasaan. Kami semua terikat atas satu cinta dan visi yang sama, nanjeurkeun ajén Ki Sunda (Melestarikan budaya Sunda).


Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim

KEBERANGKATAN SAYA DAN LISES UNPAD KE NEGERI MATAHARI TERBIT

"Rombongan Lingkung Seni Sunda Universitas Padjadjaran yang akan mengikuti Kagoshima Asian Youth Art Festival di Kagoshima Perfecture Jepang pada tanggal 15-21 Oktober 2015"

Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!

“Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang bisa kamu dustakan?” Pertanyaan yang merupakan firman Allah dalam Alquran itu selalu menemani setiap perjalanan hidup saya. Perjalanan saya ke luar negeri untuk yang pertama kali ini akan menjadi sebuah perjalanan hidup yang takkan terlupakan. Saya pun merasa terhormat untuk bisa berbagi pengalaman saya selama di sana. Beberapa postingan saya selanjutnya akan mengisahkan tentang suasana ketika di sana berikut beberapa opini mengenai perbandingan kondisi Jepang dan Indonesia berdasarkan beberapa data empiris yang pernah saya dapatkan. Selamat membaca dan semoga dapat memberikan perubahan nyata bagi negeri kita tercinta, Indonesia!

Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim

Rabu, 30 September 2015

Analisis dan Argumentasi Pribadi Pada Kasus 'Manusia yang Tidak Memiliki Akal dan Pengetahuan Tidak Dapat Memiliki Kebebasan dan Tanggungjawab'


Tujuan Penulisan
Karya tulis ini disusun untuk merepresentasikan argumen penulis terhadap kalimat ‘Manusia yang tidak memiliki akal dan pengetahuan tidak dapat memiliki kebebasan dan tanggungjawab’. Penulis pada akhirnya akan memutuskan apakah menyetujui kalimat tersebut (pro) atau justru sebaliknya (kontra). Tentunya, pengambilan keputusan itu berdasarkan dari literatur, referensi, dan informasi yang pernah penulis ketahui sebelumnya.

Teknis Pengambilan Keputusan
Saya membaca kalimat itu secara seksama dan akhirnya memeroleh kesimpulan sementara, yaitu “Saya tidak bisa langsung memutuskan apakah saya berada di pihak pro atau kontra.” Hal tersebut disebabkan karena saya menemukan lebih dari dua term dalam kalimat ‘Manusia yang tidak memiliki akal dan pengetahuan tidak dapat memiliki kebebasan dan tanggungjawab’.  Sehingga, akan melahirkan proposisi yang lebih dari satu. Adapun nantinya, kesimpulan saya dalam mengambil keputusan ‘pro’ atau ‘kontra’ hanya bisa saya berikan kepada tiap-tiap proposisi yang dihasilkan nanti.
Term-term yang dikumpulkan akan saya kategorisasikan dalam tabel di bawah ini:
Term Bebas
Term Terikat
Akal
Kebebasan
Pengetahuan
Tanggungjawab
Apabila kita amati dengan seksama, kalimat di atas mengandung hubungan kasualitas dengan paham positivistik (jika X maka Y). Sehingga term di atas bisa berganti istilah menjadi Variabel, (1) Tidak berakal, (2) Tidak Berpengetahuan, (3) Tidak dapat memiliki kebebasan, (4) Tidak dapat memiliki tanggungjawab. Alhasil setelah dikategorikan, variabel-variabel tersebut dapat kita hubungkan menjadi proposisi-proposisi yang akan membantu saya dalam mengambil keputusan. Selengkapnya dapat kita perhatikan dalam bagan di bawah ini:


Dari bagan tersebut dapat diketahui empat proposisi, diantaranya:
1.      Manusia yang tidak memiliki akal tidak dapat memiliki kebebasan
2.      Manusia yang tidak memiliki akal tidak dapat memiliki tanggungjawab
3.      Manusia yang tidak memiliki pengetahuan tidak dapat memiliki kebebasan
4.      Manusia yang tidak memiliki pengetahuan tidak dapat memiliki tanggungjawab

Analisis Term
Saya yakin perlu untuk mengetahui makna dari term tersebut. Tentunya akan berpengaruh kepada kesimpulan yang akan saya hasilkan kelak. Apabila kita perhatikan kembali kepada tiap-tiap proposisi di atas, maka akan ada sesuatu hal yang saya rasa menarik untuk ditanyakan (tentunya sebatas pertanyaan yang akan membantu saya untuk mengambil simpulan), hal itu seperti: (1) Apa itu akal? (2) Apakah akal memiliki batasan tertentu, sejauh mana? (3) Apa itu pengetahuan? (4) Pengetahuan seperti apa yang dimaksud dan sampai mana batasannya? (5) Apa itu kebebasan? (6) Apakah dalam kebebasan ini absolut, atau justru terdapat batasannya? (7) Apa itu tanggungjawab? (8) Apakah tanggungjawab dalam kasus ini bersifat ke dalam atau ke luar?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akal memiliki empat definisi diantaranya: Daya pikir (untuk memahami sesuatu); Jalan atau cara untuk melakukan sesuatu/daya upaya/ikhtiar; Tipu daya/kelicikan/ muslihat/kecerdikan; Kemampuan melihat dan cara memahami lingkungan. Beralih kepada konsep akal menurut Alquran, akal secara bahasa berasal dari kata Al-‘Aql. Dengan kekuatan akal, manusia mendapatkan ilmu dan ilmu yang digunakan serta dimiliki manusia bergantung pada kekuatan akalnya1. Alquran menggunakan akal sebagai sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang untuk terjerumus dalam kesalahan atau dosa. Dengan kata lain, manusia yang berakal mampu mengendalikan hawa nafsunya, misalnya dorongan biologisnya semata. Pengertian yang lain pun mengatakan bahwa akal adalah sesuatu peralatan rohaniah manusia (tak nampak) yang berfungsi untuk mengingat, menganalisis, menyimpulkan, dan menilai serta membedakan sesuatu apakah itu benar atau salah2. Dari berbagai definisi akal di atas saya pun menyimpulkan bahwa batasan akal dalam konteks ini merupakan kemampuan untuk membedakan benar dan salah, baik dan buruknya sesuatu untuk dirinya dan selain dirinya (lingkungan).
            Pengetahuan berkata dasar tahu yang menurut KBBI berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb); kenal atau mengenali akan sesuatu; mengindahkan bahkan sampai memperdulikan; pandai atau cakap. Sedangkan menurut Adlany (2015) pengetahuan (knowledge) merupakan sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan hubungan dengan lingkungan dan pikiran-pikiran3. Dalam komunikasi sehari-hari kita acap kali sering menggunakan kalimat seperti, “Saya terampil mengoperasikan mesin ini”, “Saya sudah terbiasa menyelesaikan soal-soal seperti ini”, “Saya menginformasikan kejadian itu” dan kalimat-kalimat lainnya yang menunjukan bahwa kita telah mengetahui sesuatu. Dari definisi di atas maka diketahuilah bahwa batasan dari pengetahuan tergantung pada konteks atau kasus apa yang sedang kita kaji. Batasan pengetahuan adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan yang bersifat ontologis, epistimologis, dan aksiologis.
            Kebebasan dalam kasus ini saya tafsirkan sebagai kebebasan berperilaku. Manusia saya asumsikan sebagai pemilik kebebasan tertinggi dalam hidupnya. Milyaran pilihan dalam kehidupan membuat dia harus
memilih satu dari sekian banyak. Sesungguhnya bebas dan sah-sah saja. Hanya saja, manusia yang memiliki akal dan mengetahui mana yang baik dan buruk dan benar serta salah terbatasi kebebasannya. Kita sebut saja norma dan etika, bagaimana kebebasan itu terkerangkengi oleh dua hal itu. Jadi, kebebasan itu adalah sesuatu yang ada dalam diri setiap manusia. Namun keberadaannya terbatasi oleh akal.
            “Kamu harus bertanggungjawab!”, “Amanat tidak akan salah memilih pundak, dan kelak nanti kamu akan mempertanggungjawabkannya”, “Apakah divisi Anda sudah melampirkan laporan pertanggungjawabannya?”. Sebenarnya apa itu tanggungjawab? Mengapa manusia harus bertanggungjawab. Tentunya ini akan menjadi sesuatu yang menarik untuk diketahui bukan?
      Naufal Muttaqien dalam Kompasiana (Published: 12/06/2013) mendefinisikan tanggungjawab sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Naufal pun mengatakan bahwa tanggungjawab bersifat kodrati. Artinya, sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia bahwa setiap manusia dan pasti masing-masing orang akan memikul suatu tanggungjawabnya sendiri-sendiri. Apabila seseorang tidak mau bertanggungjawab, maka tentu ada pihak lain yang memaksa untuk tindakan tanggungjawab tersebut4. Dengan demikian tanggungjawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
      1.      Dari sisi yang berbuat
      2.      Dari sisi kepentingan pihak lain
Saya menafsirkan bahwa dua sisi itu juga mengandung arti kita mutlak harus bertanggungjawab kepada diri sendiri, dan juga orang lain. Mau atau tidak, cepat atau lambat saya yakini akan ada pertanggungjawabannya.

Pengambilan Keputusan
      1.     Manusia yang tidak memiliki akal tidak dapat memiliki kebebasan
Saya setuju dengan kalimat ini. Karena, manusia yang berakal (mengetahui mana yang baik dan buruk) saja tidak dapat memiliki kebebasan untuk memilih pilihan karena terbatasi oleh norma, etika, dan agama. Apalagi yang tidak berakal? Akan sangat berbahaya terhadap orang lain di lingkungannya atau bahkan dirinya sendiri apabila dia mendapatkan atau diberikan kebebasan. Pernah mendengar kalimat, “Jangan bersikap semaumu dewek lah!, nyebelin!”.

       2.     Manusia yang tidak memiliki akal tidak dapat memiliki tanggungjawab
Dalam kasus ini saya ingin membagi tanggungjawab ke dalam dua jenis sebagaimana di paparan sebelumnya, yaitu tanggungjawab kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Maka, saya memutuskan untuk Tidak Setuju apabila manusia yang tidak memiliki akal tidak dapat memiliki tanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Karena, sampai saat ini saya masih bisa menyaksikan manusia yang tidak berakal (maaf) orang gila yang sering kita lihat dipinggir jalan masih mencari makanan, bahkan minta rokok, dan urusan perut lainnya. Sederhananya, dia bertanggungjawab pada dirinya sendiri. Hal itu saya asumsikan bahwa akalnya turun beberapa tingkat sehingga menyentuh tingkat yang paling mendasar yaitu bertahan hidup. Kita lebih familiar dengan istilah tuntutan biologis atau hewani. Namun, saya Setuju apabila itu akal dia dikaitkan dengan tanggungjawab kepada pihak lain. Sebab akan sangat berbahaya apabila manusia yang tidak berakal diberikan kewenangan/dapat memiliki tanggungjawab. Contoh saja (sekali lagi maaf) orang gila kita berikan atau dapati tanggungjawab untuk membetulkan listrik di rumah kita. Apakah kita akan mau melakukannya dan mempercayakan amanat itu kepadanya? Akankah dia bisa mempertanggungjawabkannya? Sampai saat ini saya belum mengetahui bahwa orang yang tidak berakal layak dapat memiliki tanggungjawab.

       3.     Manusia yang tidak memiliki pengetahuan tidak dapat memiliki kebebasan
Pengetahuan apa? Perlu diberikan perumpamaan. Masih, soal listrik saja supaya hangat. Saya Setuju dengan statement ini (dalam konteks melibatkan orang lain atau sebaliknya). Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan dalam bidang kelistrikan sesungguhnya memiliki kebebasan di dalam dirinya. Apakah dia akan memegang kawat listrik bertegangan, atau dia belajar. Dia bebas melakukan apa saja sesuai apa yang dia kehendaki dibalik ketidaktahuannya terhadap listrik. Hanya saja, tentu itu tidak boleh terjadi. Seorang balita yang belum mengetahui listrik misalnya, dia tidak dapat memiliki kebebasan untuk mengotak-atik listrik karena ketidaktahuannya pada hal itu. Dikatakan tidak dapat karena ada yang melarang, siapa? Ya, kamu benar: Lingkungannya. Bisa jadi orang tuanya, atau keluarganya.

       4.     Manusia yang tidak memiliki pengetahuan tidak dapat memiliki tanggungjawab
Tidak memiliki pengetahuan bukan berarti tidak berakal bukan? Saya mengasumsikan subjek adalah seseorang yang berakal sehat dan tidak mengetahui tentang dunia kelistrikan. Saya Setuju pada kalimat di atas dalam konteks jika output pekerjaannya dirasakan orang lain. Misalnya ketika subjek diberikan tanggungjawab untuk membetulkan listrik suatu rumah yang terjadi konsleting, mana dia mau? Bahkan, pasti dia akan menolak amanat itu sebelumnya. Atau walaupun dia mau, teman-temannya yang mengetahui ketidaktahuannya mungkin akan melarang dia. Dengan kata lain, dia tidak dapat memiliki tanggungjawab terhadap pekerjaan itu karena tidak memiliki pengetahuan.