Senin, 05 Agustus 2013

Komunikasi adalah Pekerjaan Kepemimpinan yang Sebenarnya

Sadar atau tidak, otak primitif atau naluri kita prinsipnya hanya bertugas untuk bertahan hidup dan memperbanyak keturunan. Kemudian berkembang menjadi kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan dan papan. Dari tiga kebutuhan pokok tersebut kemudian berkembang lagi menjadi 6 kebutuhan gaya hidup yaitu Religi, kesenangan, sosial/relasi/komunikasi, kebutuhan untuk memberi,materi,dan kesehatan. Oleh sebab itu, sebagaimana  kita ketahui manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Hal itu menyebabkan manusia harus selalu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar di sepanjang usianya. Sudah barang tentu semua kebutuhan tersebut membutuhkan fasilitas penunjang atau media, guna memenuhi tuntutan kebutuhan manusia yang ingin serba instan dan mudah dalam melengkapi kebutuhannya termasuk berkomunikasi. Alhasil, dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan zaman mulai dijumpai berbagai kreasi dan inovasi baik itu berupa perangkat keras maupun lunak untuk memudahkan dan memanjakan manusia dalam berkomunikasi.
Acara berita nasional di TV mengabarkan bahwa pada 31 Juli 2013 masyarakat Indonesia yang telah memiliki akun twitter telah mencapai angka yang fantastis yakni 20 juta users. Kabar tersebut sebetulnya bukan berita yang heboh untuk masyarakat biasa seperti kita, namun sangat menguntungkan bagi mereka yang berkepentingan baik dalam hal politik,  ekonomi, sosial dll. Dikarenakan segala gagasan berupa promosi, kritik, saran, dan lainnya akan dengan mudahnya diketahui masyarakat tanpa harus mengeluarkan budget yang melambung. Contoh fasilitas lainnya adalah Handphone dan kartu SIM dengan segala kemudahan dalam fitur dan harga yang ditawarkannya. Memanjakan kita untuk berkomunikasi tanpa harus repot-repot mengirim surat via pos yang harus memakan waktu lama atau tanpa harus menggunakan sarana transportasi seperti angkot untuk berjumpa dengan orang yang akan kita tuju. Kita butuh yang lebih mudah, instan dan murah,dan sekarang kita telah mendapatkannya. Betapa pentingnya arti komunikasi bagi kita, bahkan pulsa pun melonjak dari kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. 14:7). Dari ayat tersebut semestinya kita mensyukuri fasilitas-fasilitas penunjang komunikasi dengan cara memanfaatkan dan mengaplikasikannya dalam kebaikan dan apa yang diperintahkan oleh Tuhan YME. Mengapa demikian? Karena pastinya kita tidak mau terkena dampak buruk/negatif dari kelengahan kita dalam melakukan proses komunikasi tersebut.
Namun, kita seharusnya mengetahui bahwa komunikasi itu tidak ditentukan dari seberapa baik kita mengatakan berbagai hal, tetapi seberapa baik kita dimengerti. Sekarang mari kita perhatikan pemimpin dan wakil rakyat kita dalam hubungan/relasi, dan cara mereka berkomunikasi dengan rakyatnya. Sungguh benar bahwa dengan adanya media sangat membantu mereka, tapi tidak dengan kita. Kita memang dapat membaca dan menyaksikan apa yang mereka ungkapkan di media sosial, spanduk, banner, iklan namun kita seakan dituntut untuk sekedar mengetahui namun tidak untuk memahami. Kita semua harus mengetahui bahwa komunikasi merupakan tugas pemimpin yang utama. Apakah kurang Ir. Soekarno memberikan contoh yang amat berpengaruh bagi bangsa ini, dimulai dari cara ia berkomunikasi dan semangat dalam mendekatkan diri dengan rakyatnya. Beliau telah membuat kita menyimpulkan bahwa masyarakat (pendengar) membentuk persepsinya terhadap seorang pemimpinnya (pembicara) melalui tiga aspek,antara lain 7% verbal (apa pesan yang dikatakan), 38% vokal (bagaimana pesan itu disampaikan), 55% visual (bagaimana penampilan pembicara). Namun di era modern seperti ini pemimpin kita seakan merasa cukup berkomunikasi lewat media saja tanpa ingin berinteraksi langsung dengan rakyatnya serta tak peduli dengan keadaan real yang dihadapi rakyatnya. Contoh ilustrasinya seperti ini, ”BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA!” ujar pemimpin. Kemudian masyarakat akan membaca, memperhatikan, dan langsung mengolah pesannya di otak.Serta kemudian diaplikasikan lewat syaraf motoriknya. Namun pemimpin kita hanya bisa berkata, memerintah tanpa mengetahui situasi real yang sebagaimana disebutkan tadi. Pemimpin kita tidak sadar bahwa membuang sampah pada tempatnya itu membutuhkan 3 aspek agar terealisasi yaitu manusia (subjek), sampah (objek), dan tempat sampahnya. Untuk subjek dan objeknya itu pastinya sudah ada, namun TIDAK dengan tempat sampahnya. Logikanya, ketika kita sedang berada di taman dan ingin membuang botol minuman maka kita pun akan mencari tempat sampah terdekat, jikalau tidak ada pastinya kita akan membuangnya sembarangan dengan alasan “SO WHAT, TOH TEMPAT SAMPAHNYA JUGA ENGGAK ADA”. Ini semua karena para pemimpin di era ini hanya mengandalkan berkomunikasi dengan verbal, tanpa ingin mengetahui keadaan yang sedang dihadapi rakyatnya. Jikalau ada, itupun hanya bisa dihitung dengan jari.
Sungguh inilah kenyataan yang negeri kita hadapi saat ini. Masyarakat seperti kehilangan sosok pemimpinnya, mereka hanya tahu wajah pemimpinnya ketika masa kampanye, itupun hanya foto calon pemimpinnya yang berserakan dimana-mana. Sungguh ironi ketika pemimpin tidak dikenali rakyatnya dan sebaliknya. Mereka lebih tahu Barack Obama daripada dengan Camatnya sendiri. Padahal, pemimpin dan yang dipimpin pun perlu tahu, perlu mengerti tentang segala permasalahan yang dialami Negeri ini. Karena mungkin jika semua pihak mengerti, mungkin setidaknya kritik, saran, dan solusi penyelesaian akan hadir dari semua pihak.
Negara ini membutuhkan pemimpin yang dapat berbaur dengan kehidupan rakyatnya, tanpa ada sekat pemisah antara levis dan katun, dasi dan sorban, kursi empuk dan kursi kayu. Semua itu butuh daya intropeksi akan tugas masing-masing,dan komunikasi merupakan tugas kepemimpinan yang sebenarnya.

KAMI BUTUH BUKTI YANG REAL, BUKAN HANYA SEKEDAR JANJI YANG TAK KUNJUNG JADI.