Sabtu, 22 Juni 2013

TEORI KOMUNIKASI INTERPERSONAL -

Halaman
1.      Teori Self Disclosure (Model Pengungkapan Diri).................................................. 2
2.      Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal (NEV Theory)............................................ 3
3.      Teori Proksemik....................................................................................................... 7
4.      Teori Behavioral dan Kognitif................................................................................. 7
5.      Teori Interaksi Simbolik........................................................................................... 8
6.      Teori Disonansi Kognitif......................................................................................... 9
7.      Coordinated Management of Meaning (Manajemen Makna Terkoordinasi)......... 10
8.      Fundamental Interpersonal Relations Orientations............................................... 13
9.      Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu)........................ 18
10.  Politeness Theory................................................................................................... 20
11.  Teori Peran (Role Theory)...................................................................................... 22
12.  Teori Hubungan Aku-Benda (I-It)........................................................................ 23
13.  Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)................................................ 24
14.  Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory)................................... 26
15.  Teori Penetrasi Sosial............................................................................................. 31
16.  Teori Atribusi......................................................................................................... 32
17.  Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal............................................................ 33
18.  Teori Pengurangan Ketidakpastian........................................................................ 34



Teori Self Disclosure
(Model Pengungkapan Diri)
Self-disclosure merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita pada orang lain ataupun sebaliknya. Sidney Jourard (1971) menandai sehat atau tidaknya komunikasi antarpersona dengan melihat keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi.
Mengungkapkan yang sebenarnya mengenai diri kita kepada orang lain, yang juga bersedia mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal.
Joseph Luft mengemukakan teori self-disclosure lain yang didasarkan pada model interaksi manusia, yang disebut Johari Window, seperti berikut ini:

Diketahui oleh diri sendiri
Tidak diketahui oleh diri sendiri
Diketahui oleh orang lain
(1) TERBUKA
(2) BUTA
Tidak diketahui oleh orang lain
(3) TERSEMBUNYI
(4) TIDAK DIKETAHUI

Jika komunikasi antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan terjadi disclosure yang mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke dalam kuadran (1) TERBUKA. Kuadran (4) sulit untuk diketahui, tetapi mungkin dapat dicapai melalui refleksi diri dan mimpi.
Meskipun self-disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu memiliki batas. Pengaturan batasan memerlukan pertimbangan dan pikiran. Orang membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan untuk memberi tahu, dan mereka memutuskan mengenai bagaimana merespon permintaan orang lain.
Artinya, kita harus mempertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut atau justru sebaliknya.
Dalam psikologi dinyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti pemahaman diri dan orang lain dan bahwa pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar.
Menurut psikologi humanistik, pemahaman interpersonal terjadi melalui: (1) Self-disclosure (pengungkapan diri); (2) Feedback (umpan balik); dan (3) Sensitivitas untuk mengenal orang lain.
Sedangkan misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh: (1) Ketidakjujuran; (2) Kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan perasaannya; (3) Miskin feedback; dan (4) Self-disclosure yang ditahan.
* * *

Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal

(Nonverbal Expectancy Violation Theory / NEV Theory)

Latar Belakang Teori
Judee Burgoon (1978, 1983, 1985) dan Steven Jones (Burgoon & Jones, 1976) pertama kali merancang NEV Theory untuk menjelaskan konsekuensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi.
NEV Theory adalah salah satu teori pertama tentang komunikasi nonverbal yang dikembangkan oleh sarjana komunikasi. NEV Theory secara terus menerus ditinjau kembali dan diperluas.
Judee K. Burgoon adalah seorang Profesor Komunikasi dari Universitas Arizona AS dan  merupakan salah seorang teoritikus wanita yang paling tekun dalam meneliti berbagai dimensi komunikasi nonverbal sepanjang dasawarsa 1970-an hingga 1990-an.
Studi tentang penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi (proksemik) sebenarnya telah dikembangkan oleh Edward T. Hall sejak tahun 1960-an. Dalam teorinya, Hall membedakan empat macam jarak yang menurutnya mengambarkan ragam jarak komunikasi yang diperbolehkan dalam kultur Amerika yakni: [1] jarak intim (0–18 inci); [2] jarak pribadi (18 inci–4 kaki); [3] jarak sosial (4-10 kaki); dan [4] jarak publik (lebih dari 10 kaki).
Terkait dengan keempat macam jarak tersebut kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut; “apa yang akan terjadi ketika seseorang menunjukkan tingkah laku nonverbal yang di luar dugaan?” atau “bagaimana persepsi seseorang terhadap tingkah laku nonverbal yang mengejutkan tersebut bila dikaitkan dengan daya tarik antarpribadi?”. Berawal dari pertanyaan itulah kemudian Burgoon meneliti perilaku komunikasi nonverbal masyarakat Amerika yang menghantarkannya pada penemuan NEV Theory)/ Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal.
Teori ini untuk pertama kalinya diuraikan secara panjang lebar dalam tulisan Burgoon yang bertajuk “A Communication Model of Personal Space Violations: Explication and An Initial Test” yang diterbitkan dalam Jurnal Human Communication Research volume 4, tahun 1978.
Esensi Teori
Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan­-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku ketika berinteraksi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan field of experience kita. Terpenuhi atau tidaknya ekspektasi ini akan memengaruhi cara interaksi kita dengan mereka, bagaimana kita menilai mereka, dan bagaimana kelanjutan hubungan kita dengan mereka
Teori ini berasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.
Sebagai contohnya, anggaplah Anda seorang gadis yang sedang ditaksir dua orang pemuda.. Anda tidak bingung karena Anda hanya menyukai salah seorang di antara mereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang Anda senangi berdiri terlalu dekat dengan Anda sehingga melanggar jarak komunikasi antarpribadi yang normatif? Besar kemungkinan Anda akan menilainya positif. Itulah tanda perhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati menurut Anda.
Namun bagaimana halnya bila yang bertindak seperti itu adalah pria yang tidak Anda senangi? Anda akan bereaksi secara negatif. Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santun atau mungkin dalam hati Anda akan menyebutnya tidak tahu diri. Jadi kita akan menilai suatu pelanggaran didasarkan pada bagaimana perasaan kita pada orang tersebut.
Menurut teori ini, beberapa faktor saling berhubungan untuk memengaruhi reaksi kita terhadap pelanggaran dari jenis perilaku nonverbal yang kita harapkan untuk menghadapi situasi tertentu . Tiga konstruk pokok dari teori ini (Griffin, 2004: 88) yakni; [1] Harapan (Expectancies), [2] Valensi Pelanggaran  (Violations Valence), dan [3] Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence).
[1] Expectancies (Harapan)
Faktor NEV Theory yang pertama mempertimbangkan harapan kita. Melalui norma-norma sosial kita membentuk ”harapan” tentang bagaimana orang lain (perlu) bertindak secara nonverbal (dan secara lisan) ketika kita saling berinteraksi dengan mereka.
Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun “yang di luar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksi khusus. Sebagai contoh, kita akan bereaksi sangat gelisah/ tidak nyaman, jika seorang asing meminta berdiri sangat dekat dengan kita.
Dengan cara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang  yang penting dengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta. Dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah laku nonverbal apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita.
[2] Violation Valence (Derajat Pelanggaran)
Ketika harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kita kemudian melakukan penafsiran, sekaligus menilai apakah pelanggaran tersebut positif atau negatif. Penafsiran kita tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal yang biasa disebut ”derajat pelanggaran” adalah elemen kedua yang penting dari teori ini. Diasumsikan bahwa perilaku nonverbal itu penuh arti dan kita mempunyai sikap tentang perilaku nonverbal yang diharapkan.
Sebagai contoh, bayangkan Anda berada di suatu pesta dan seorang asing yang baru diperkenalkan tanpa diduga-duga menyentuh tangan Anda. Karena Anda baru saja berjumpa orang itu, perilaku tersebut bisa jadi mengacaukan. Anda mungkin menginterpretasikan perilaku tersebut sebagai kasih sayang, ajakan untuk menjadi teman, atau sebagai suatu isyarat kekuasaan.
NEV Theory berargumen bahwa jika perilaku yang diberikan lebih positif dibanding dengan apa yang diharapkan, hasilnya adalah pelanggaran harapan yang positif. Dan sebaliknya, jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibanding dengan apa yang diharapkan, menghasilkan suatu pelanggaran harapan yang negatif. (Infante, 2003: 178).
[3] Communicator Reward Valence (Derajat Ganjaran Komunikator)
Derajat Ganjaran Komunikator adalah unsur ketiga yang memengaruhi reaksi kita. Sifat alami hubungan antara komunikator memengaruhi bagaimana mereka (terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jika kita “menyukai” sumber dari pelanggaran (misalnya, pelanggar memiliki kredibilitas tinggi atau menarik secara fisik), kita boleh menghargai perlakuan yang unik tersebut.
Jika kita menyukai orang yang melanggar tersebut, kita tidak akan terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya, justru kita cenderung berharap agar orang tersebut tidak mematuhi norma-norma yang berlaku. Sebaliknya bila orang yang melanggar tersebut adalah orang yang tidak kita sukai, maka kita akan terfokus pada pelanggaran atau kesalahannya dan berharap orang tersebut mematuhi atau tidak melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
Penerapan dan Keterkaitan Teori
Pada awalnya teori Burgoon ini hanya diterapkan dalam koteks pelanggaran penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi (Spatial violations). Namun sejak pertengahan tahun 1980-an, Burgoon menyadari bahwa perilaku penggunaan ruang dan jarak sebenarnya hanyalah bagian dari sistem isyarat nonlinguistik dalam komunikasi nonverbal.
Dalam hal keterkaitan teoritis, dapat dikatakan setidaknya ada tiga teori yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan NEV Theory. Ketiga teori tersebut adalah: Proxemics Theory , Anxiety/ Uncertainty Management (AUM) Theory, dan Social Exchange Theory (SET).
[1] Proxemics Theory, yang merupakan akar dari perumusan asumsi-asumsi dalam NEV Theory. Perjalanan teori ini dimulai dari konsep penggunaan ruang dan jarak dalam proksemik, karena itu jelas kedua teori ini tidak dapat dipisahkan.
[2] Anxiety/ Uncertainty Management (AUM) Theory dan NEV Theory, menurut  Ting Tomey dan Chung (Gudykunst, et-al., 1996), bersifat saling melengkapi. Keterkaitannya itu terutama tampak dalam hal penggunaan konsep ekspektasi dalam proses interaksi, konsep ketidaknyamanan dalam komunikasi yang ambigu atau tindakan-tindakan mengevaluasi suatu perilaku komunikasi.
[3] Social Exchange Theory (SET), keterkaitannya dengan NEV Theory dapat dilihat dalam hal penggunaan konsep ganjaran dan kerugian. Kedua teori ini berpendapat bahwa orang yang dipandang dapat memberikan ganjaran lebih (high-reward person) akan menciptakan situasi komunikasi yang lebih favourable (nyaman). Demikian sebaliknya bagi individu dalam kategori low-reward person.
Evaluasi dan Perkembangan Teori
Burgoon (Liltlejohn, 1996; Griffin,2000) secara konsisten mengembangkan teori ini sejak penobatannya pada tahun 1978. Beberapa perbaikan yang dengan mudah dapat diidentifikasi di antaranya mencakup penyederhanaan empat konstruk teori ini, yang semula meliputi [1] Harapan (Expectancies); [2] Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations); [3] Valensi Komunikator (Communicator Valence); dan [4] Valensi Pelanggaran (Violation Valence) menjadi tiga, yakni dengan tetap mempertahankan konstruk Harapan (Expectancies) dan Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations), serta menggabungkan Valensi Komunikator dan Valensi Pelanggaran menjadi satu konstruk Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence).
* * *
Teori Proksemik
Yaitu teori yang membahas mengenai penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan. Edward T Hall membagi jarak ke dalam 4 jenis: jarak publik, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab.
Jarak yang dibuat individu menunjukkan tingkat keakraban yang terjadi di antara mereka. Misalnya, ada suami istri berjalan berdekatan, kita langsung berasumsi kalau mereka adalah pasangan yang harmonis. Namun ketika kita melihat mereka berjalan agak berjauhan, maka kita berasumsi bahwa mereka sedang dalam kondisi yang kurang harmonis.
Jarak juga menentukan persepsi kita mengenai sikap lawan bicara ketika ia membuat jarak saat berkomunikasi. Sebagai contoh, ketika seorang teman mengajak kita berbicara namun dengan jarak agak jauh atau dibatasi oleh sesuatu, maka kita akan menganggap dia adalah pribadi yang tidak terlalu terbuka dan sedikit preventif.
Namun, ketika lawan bicara kita duduk bersebelahan dengan kita, maka kita beranggapan bahwa dia sangat terbuka dan mampu menciptakan suasana yang nyaman saat berbicara. Cara seseorang mengatur ruang juga mempengaruhi persepsi kita mengenai pribadi lawan bicara kita.
* * *
Teori Behavioral dan Kognitif
Teori ini berkembang dari ilmu psikologi yang memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara individual. Beberapa pokok pikirannya :
1.      Salah satu konsep pemikirannya adalah model stimulus-respon (S-R) yang menggambarkan proses informasi antara stimulus dan respon.
2.      Mengutamakan analisa variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasi variabel-variabel kognitif yang dianggap penting serta mencari hubungan antar variabel.
3.      Menurut pandangan ini, komunikasi dipandang sebagai manifestasi dari proses berfikir, tingkah laku dan sikap seseorang. Oleh karenanya variabel-variabel penentu memegang peranan penting terhadap kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada diluar kontrol individu.
Contoh lain dari teori atau model yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah model psikologi Comstock tentang efek televisi terhadap individu. Tujuan model ini adalah untuk memperhitungkan dan membantu memperkirakan terjadinya efek terhadap tingkah laku orang perorang dalam suatu kasus tertentu, dengan jalan menggabungkan penemuan-penemuan atau teori-teori tentang kondisi umum dimana efek ini dapat ditemukan.
* * *
TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung SI merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional (Ardianto. 2007: 40).
Interaksi simbolik menurut perspektif interaksional, dimana merupakan salah satu perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang barangkali paling bersifat ”humanis” (Ardianto. 2007: 40). Dimana, perspektif ini sangat menonjolkan keangungan dan maha karya nilai individu diatas pengaruh nilai-nilai yang ada selama ini. Perspektif ini menganggap setiap individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna ”buah pikiran” yang disepakati secara kolektif. Dan pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu, akan mempertimbangkan sisi individu tersebut, inilah salah satu ciri dari perspektif interaksional yang beraliran interaksionisme simbolik.
Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007: 136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:
(1)  Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain,
(2)  Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan
(3)  Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.”Mind, Self and Society” merupakan karya George Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934 dalam West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik.
* * *
Teori Disonansi Kognitif
Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut.
Disonansi adalah sebutan ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Brown menyatakan teori ini memungkinkan dua elemen untuk melihat tiga hubungan yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant), disonansi (dissoanant), atau tidak relevan (irrelevan).
Hubungan konsonan(consonant relationship) ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut pada posisi seimbang satu sama lain. Hubungan disonansi(dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya tidak seimbang satu dengan lainnya
Hubungan tidak relevan(irrelevan relationship) ada ketika elemen-elemen tidakmengimplikasikan apa pun mengenai satu sama lain. Pentingnya disonansi kognitif bagi peneliti komunikasi ditunjukkan dalam pernyataan Festinger bahwa ketidaknyaman yang disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan.
Asumsi
Teori disonansi kognitif adalah menjelaskan mengenai keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada diantara kognisi-kognisi. 4 asumsi dasar dari teori ini:
Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya.. Penjelasan: menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adalnya stabilitas dan konsistensi. Teori ini menyatakan bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam pikiran dan keyakinan mereka. Sebaliknya, mereka akan mencari konsistensi.
Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. Penjelasan: berbicara mengenai jenis konsistensi yang penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada konsistensi logis yang kaku. Sevaliknya teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis(dibandingkan tidak konsisten secara logis).
Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur. Penjelasan: menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi tercipta menimbulkan perasan tidak suka. Jadi orang tidak senang berada dalam keadaan disonansi, hal itu merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman.
Disonansi mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi Penjelasan: untuk menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi yang mengembalikan konsistensi. Jadi, gambaran akan sifat dasar manusia yang membingkai teori ini adalah sifat dimana manusia mencari konsistensi psikologis sebagai hasil dari rangsangan yang disebabkan oleh kondisi ketidaksenangan terhadap kognisi yang tidak konsisten.
* * *
Coordinated Management Of Meaning
(Manajemen Makna Terkoordinasi)
Dalam percakapan dan selalu membuat pesan-pesan yang kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia sosial kita, kita menggunakan berbagai atuan untuk mengonstruksi dan mengkoordinasikan makna. Maksunya, aturan-aturan membimbing komunikasi yang terjadi di antara orang-orang. CMM berfokus pada relasi antara individu-individu dengan masyarakatnya, melalui sebuah struktur hierakis, orang-orang mengorgnisasikan makna dari beratus-ratus pesan yang diterimanya dalam sehari.
CM Mberfokus pada diri dan hubungannya dnegan orang lain, serta mengkaji bagaimana seorang individu memberikan makna pada sebuah pesan. Teori ini penting karena berfokus pada hubungan antara individu dengan masyarakatnya (Philipsen,1995). Teori ini didasarkan pada konsep-konsep komunikasi, realitas sosial, dan makna.
Asumsi
1.   Manusia hidup dalam komunikasi.
Pentingnya komunikasi, yaitu manusia hidup dalam komunikasi. Sekilas, premis ini memberikan pernyataan yang sedikit aneh mengenai komunikasi; faktanya bahwa manusia mendiami proses komunikasi. Akan tetapi, Pearce (1989) berpendapat bahwa”komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi manusia dari yang seharusnya (hal 3). Maksudnya kita hidup dalam komunikasi.
2.   Manusia saling menciptakan realitas sosial.
Kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial mereka dalam percakapan disebut sebagai konstruksionisme sosial (social construction). Realitas sosial (social reality) adalah keyakinan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai atau tepat dalam sebuah interaksi sosial.
3.   Transaksi informasi tergantung kepada makna pribadi dan interpesonal.
Makna pribadi adalah sebagai makna yang dicapai ketika seseorang berinterkasi dengan yang lain sambil membawa pengalamannya yang unik ke dalam interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan, maksudnya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita mengenai orang lain.

1. Isi/ Content
Merupakan langkah awal di mana data mentah dikonversikan menjadi makna. “Aku mencintai kamu” menyiratkan informasi mengenai reaksi A ke B.
2. Tindak Tutur/ Speech Act
Dalam mendiskusikan level makna yang kedua ini, Pearce (1994) mendeskripsikan tindak tutur (speech act) sebagai”tindakan-tindakan yang kita lakukan dengan cara berbicara, misalnya:bertanya, memberikan pujian, atau mengancam). Tindak tutur bukanlah benda; tindak tutur adalah konfigurasi dari logika makna dan tindakan dari percakapan, dan konfigurasi ini diabngun bersama. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dua orang saling menciptakan makna dari tindak tutur. “Aku mencintai kamu” fase ini menyampaikan lebih dari sekadar sebuah pernyataan
3. Episode
Untuk menginterpretasikan tindak tutur, Pearce dan Cronen(1980) membahas episode atau rutinitas komunikasi yang dimiliki awal, pertengahn, dan akhir yang jelas. Dapat dikatakan bahwa episode mendeskripsikan konteks di mana orang bertindak. Pada level ini, kita mulai melihat pengaruh dari konteks terhadap makna. Dalam percakapan yang koheren dibutuhkan sutau tingkat penadaan(punctuation) yang terkoordinasi. Pearce(1976) berpendapat bahwa episode merupakan hal yang tidak pasti karen para aktor dalam situasi sosial sering kali mendapati diri mereka berada dalam episode-episode yang benar-benar beragam. Ia juga melihat bahwa episode-episode sebenarnya didasarkan oleh budaya, dimana orang-orang membawa harapan, yang dipengaruhi oleh kebudayaan mereka, akan bagaimana suatu episode harus dilaksanakan.
4. Hubungan-Relationship (Kontrak-Contract)
Di mana dua orang menyadari potensi dan batasan mereka sebagai mitra dalam sebuah hubungan. Hubungan dapat dikatakan seperti kontrak, dimana terdapat tuntunan dalam berprilaku. Para teoretikus menggunakan istilah keterlibatan(enmeshment) untuk menggambarkan batasan dimana orang mengidentifikasi dirinya sebagai bagaian dari suatu sistem.
5. Naskah Kehidupan-Life Scripts (Autobiografi)
Kelompok-kelompok episode masa lalu atau masa kini yang menciptakan suatu sistem makna yang dapat dikelola bersama dengan ornag lain.
6. Pola Budaya/Culture Patterns
Pearce dan Cronen(1980) menyataka bahwa manusia mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dalam kebudayaan tertentu.
Koordinasi dipengaruhi beberapa hal:
1. Moralitas, koordinasi mengharuskan individu untuk menganggap tindakan moral lebih tinggi sebagai suatu hal yang penting(Pearce 1989). Moralitas sebagai penghargaan, martabat, dan karakter. Moralitas terdiri dari etika karena etika merupakan bagian yang instrinsik dalam setiap akur percakapan.
2. Sumber daya yang pada seseorang (resources), mereka merujuk pada”cerita, gambar, simbol, dan institusi yang digunakan orang untuk memaknai dunia mereka”(pearce, 1989,hal.23) Sumber daya juga termasuk persepsi, kenangan, dan konsep yang membantu orang mencapai koherensi dalam realitas sosial mereka.
Aturan
Teoretikus CMM berpendapat bahwa penggunaan aturan dalam percakapan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan aturan; hal ini membutuhkan ”kemampuan fleksibel yang tidak dapat disederhanakan menjadi sebuah tehnik belaka”(cronen. 1995b, hal 224). Oleh karena itu aturan lebih sekedar dari tuntunan prilaku. Para partispan harus memahami realitas sosial dan kemudian mengintegrasikan aturan ketika mereka memutuskan bagaimana harus bertindak dalam situasi tertentu.
Hieraki makna yang ditampilkan sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa level yang rendah dapat merefleksikan ulang dan mempengaruhi makna dari level-level yang lebih tinggi.
 Pearce dan Cronen(1980) menyebut proses refkleksi ini sebagai rangkaian(loop). Ketika rangkaian berjalan dengan konsisten melalui tingkatan-tingkatan yang ada dalam hierarki, disebut rangkaian seimbang(charmed loop). Rangkaian seimbang terjadi ketika satu bagian dari hierarki mendukung lebel yang lain. Selain itu, penetepan makna yang ada bersifat konsisten dan disepakati disepanjang rangkaian. Pada saat tertentu, beberapa episode dapat menjadi tidak konsisten dengan level-level yang lebih tinggi di dalam hieraki yang ada. Rangkaian ini disebut rangkaian tidak seimbang(strange loop). Rangkaian ini muncuk karena adanya komunikasi intarpersonal yang terjadi pada saat individu-individu sedang sibuk dengan dialog internal mereka mengenai sikap mereka yang merusak diri sendiri.
* * *
Fundamental Interpersonal Relations Orientations
Teori ini mengasumsikan bahwa ada tiga kebutuhan penting yang menyebabkan (orientasi) adanya interaksi dalam suatu kelompok. Ketiga aspek itu adalah keikutsertaan (inclusion), pengendali (control) dan kasih sayang (affection).
Diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat Schutz-nya yang berbunyi bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan inklusif, kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).
Konsep antarpribadi menjelaskan tentang adanya suatu hubungan yang terjadi antara manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan tentang suatu keadaan atau kondisi dari individu, apabila tidak dihadirkan atau ditampilkan akan menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu. Ada tiga macam kebutuhan antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi untuk inklusi, kebutuhan antarpribadi untuk kontrol, dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi.
Inclusion / Keikutsertaan
Kebutuhan Inklusi adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi yang ingin mendapatkan kepuasan dengan cara berkontribusi penuh/berguna bagi kelompok atas dasar kesadaran sendiri setelah berinteraksi dalam kelompok. Kebutuhan inklusi berorientasi pada keinginan untuk pengakuan sebagai seseorang yang berkemampuan dalam suatu kondisi. Pada dimensi ini ada kecenderungan orang untuk ingin dijadikan “sandaran” untuk berkonsultasi, bertanya dan dimintai pendapat dan sarannya. Intensitas kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah sama. Kebutuhan inklusi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi oversocial. Sedangkan kebutuhan inklusi yang terlalu rendah mengakibatkan seseorang dikategorikan dalam kelompok undersocial.
¨   Kebutuhan Antarpribadi untuk Inklusi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan dan mempertahankan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dengan orang lain, sehubungan dengan interaksi dan asosiasi. Tingkah laku inklusi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kepuasan individu. Misalnya keinginan untuk asosiasi, bergabung dengan sesama manusia, berkelompok.
Tingkah laku inklusi yang positif memiliki ciri-ciri: ada persamaan dengan orang lain, saling berhubungan dengan orang lain, ada rasa menjadi satu bagian kelompok dimana ia berada, berkelompok atau bergabung. Tingkah laku inklusi yang negatif misalnya menyendiri dan menarik diri.
¨   Beberapa tipe dari Inklusi, yaitu:
1.  Tipe Sosial; seseorang yang mendapatkan pemuasan kebutuhan antarpribadi secara ideal.
2.  Tipe Undersosial; tipe yang dimiliki oleh seseorang yang mengalami kekurangan dalam derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya. Karakteristiknya adalah selalu menghindar dari situasi antar kesempatan berkelompok atau bergabung dengan orang lain. Ia kurang suka berhubungan atau bersama dengan orang lain.
3.  Tipe Oversosial; seseorang mengalami derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya cenderung berlebihan dalam hal inklusi. Ia cenderung ekstrovert. Ia selalu ingin menghubungi orang lain dan berharap orang lain juga menghubunginya.
Ada juga tipe inklusi yang patologis yaitu seseorang yang mengalami pemuasan kebutuhan antarpribadi secara patologis. Jika hal ini terjadi maka orang tersebut terbilang gagal dalam usahanya untuk berkelompok.
Control/ Mengendalikan
Kebutuhan Kontrol adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi yang ingin mendapatkan kepuasan dengan cara mengendalikan dalam artian memimpin interaksi dalam kelompok. Kontrol pada dasarnya merepresentasikan keinginan pribadi untuk mempengaruhi dan memiliki “suara” dalam penentuan sikap/keputusan dalam kelompok.
Kebutuhan kontrol akan sangat terlihat ketika kelompok tengah mengerjakan suatu proposal. Ketika gagasan individu diterima, dan individu tersebut merasa berpengaruh dalam kelompok disanalah kebutuhan kontrol seorang individu terpenuhi. Kepuasan yang dihasilkan terwujud karena individu yang berkompetensi dalam kepemimpinan bisa mengasah kemampuannya dengan bergabung dalam pengambilan keputusan kelompok. Sama halnya dengan kebutuhan inklusi, intensitas kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah sama.
Kebutuhan kontrol yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi autocrat. Sedangkan kebutuhan kontrol yang terlalu rendah mengakibatkan seseorang dikategorikan dalam kelompok abdicrat.
¨   Kebutuhan Antar Pribadi untuk Kontrol
Adalah kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan komunikasi yang memuaskan dengan orang lain berhubungan dengan kontrol dan kekuasaan. Proses pengambilan keputusan menyangkut boleh atau tidaknya seseorang untuk melakukan sesuatu perlu ada suatu kontrol dan kekuasaan. Tingkah laku kontrol yang positif, yaitu: mempengaruhi, mendominasi, memimpin, mengatur. Sedangkan tingkah laku kontrol yang negatif, yaitu: memberontak, mengikut, menurut.
¨   Beberapa tipe dari kontrol, yaitu:
1.  Tipe kontrol yang ideal (democrat); seseorang akan mengalami pemuasan secara ideal dari kebutuhan antarpribadi kontrolnya. Ia mampu memberi perintah maupun diperintah oleh orang lain. Ia mampu bertanggung jawab dan memberikan tanggung jawab kepada orang lain.
2.  Tipe kontrol yang kekurangan (abdicrat); seseorang memiliki kecenderungan untuk bersikap merendahkan diri dalam tingkah laku antarpribadinya. Seseorang cenderung untuk selalu mengambil posisi sebagai bawahan (terlepas dari tanggungjawab untuk membuat keputusan).
3.  Tipe kontrol yang berlebihan (authocrat); seseorang menunjukkan kecenderungan untuk bersikap dominan terhadap orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya. Karakteristiknya adalah seseorang selalu mencoba untuk mendominasi orang lain dan berkeras hati untuk mendudukkan dirinya dalam suatu hirarki yang tinggi.
4.  Tipe kontrol yang patologis; seseorang yang tidak mampu atau tidak dapat menerima control dalam bentuk apapun dari orang lain.
Affection/ Kasih Sayang
Kebutuhan kasih sayang ini dimaksudkan akan kebutuhan seseorang dengan lingkungan sosial. Sehingga seorang individu membutuhkan kasih sayang dan cinta (kedekatan dalam berinteraksi) sebagai pemuas kebutuhannya dalam kelompok. Dalam ketegori ini, kebutuhan inilah yang menyebabkan seseorang ikut dan berperan aktif dalam kelompok.
Kebutuhan afeksi pada posisi paling dasar merupakan kebutuhan untuk disukai, kesempatan untuk membangun hubungan pribadi yang dekat (intim) dengan individu lain. Kebutuhan ini adalah bagian dari keinginan untuk dekat dengan orang lain dan juga bagian dari keinginan individu lain untuk dekat dengan seorang individu. Kedua pribadi sangat membutuhkan pengakuan dan keramahan emosional dengan individu lainnya.
¨   Kebutuhan Antarpribadi untuk Afeksi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dengan orang lain sehubungan dengan cinta dan kasih sayang. Afeksi selalu menunjukkan hubungan antara dua orang atau dua pihak.
Tingkah laku afeksi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kebutuhan antarpribadi akan afeksi. Tingkah laku afeksi menunjukkan akan adanya hubungan yang intim antara dua orang dan saling melibatkan diri secara emosional.
Afeksi hanya akan terjadi dalam hubungan antara dua orang (diadic – Frits Heider, 1958)). Tingkah laku afeksi yang positif: cinta, intim/akrab, persahabatan, saling menyukai. Tingkah laku afeksi yang negatif: kebencian, dingin/tidak akrab, tidak menyukai, mengambil mengambil jarak emosional.
¨   Beberapa tipe dari Afeksi:
1.  Tipe afeksi yang ideal (personal); seseorang yang mendapat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk afeksinya.
2.  Tipe afeksi yang kekurangan (underpersonal); seseorang dengan tipe ini memiliki kecenderungan untuk selalu menghindari setiap keterikatan yang sifatnya intim dan mempertahankan hubungan dengan orang lain secara dangkal dan berjarak.
3.  Tipe afeksi yang berlebihan (overpersonal); seseorang yang cenderung berhubungan erat dengan orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya.
4.  Tipe afeksi yang patologis; seseorang yaang mengalami kesukaran dan hambatan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi afeksinya, besar kemungkinan akan jatuh dalam keadaan neorosis.
Kesimpulan
Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relationship Orientation) mengasumsikan bahwa keberlangsungan interaksi interpersonal akan berjalan dengan baik dan lancar jika tiap individu sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadinya yang terbagi atas tiga dimensi. Dalam berinteraksi, jika tiap individu saling mengizinkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya maka, interaksi tiap dan masing-masing individu akan semakin lancar. Jika interaksi interpersonal antar-individu sudah lancar maka komunikasi interpersonal yang efektif bisa dicapai.
* * *


INTERPERSONAL DECEPTION THEORY
(Teori Penipuan Antar Individu)
Tokoh dibalik Interpersonal Deception Theory adalah Judee K. Burgoon dan David B. Buller. Dalam ilmu komunikasi, berbohong mempunyai teori tersendiri yang membahasnya, yaitu “Interpersonal Deception Theory” atau Teori Penipuan Antar Individu. Dan “Interpersonal Deception Theory” itu sendiri dikemukakan untuk berbagai alasan, biasanya teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana orang menghindari tindakan menyakiti orang lain dengan cara berbohong, atau bisa untuk menjelaskan bagaimana cara orang lain berbohong untuk menyerang orang lain, berpura – pura empati, menghindari masuk kedalam konflik, dan masih banyak lagi kebiasaan seseorang yang ada kaitannya dengan memanipulasi pernyataan mereka dengan kebohongan dijelaskan oleh teori “Interpersonal Deception” ini.
Asumsi Metateoretis
1.      Asumsi ontologis:
Sejauh sifat kenyataan, teori kebohongan bersifat sangat manusiawi karena memandang berbagai kenyataan saling bergantung pada berbagai faktor situasional pada individu yang terlibat
2.      Asumsi epistemologis:
Dalam hal pengetahuan, teori ini juga bersifat manusiawi. Apa yang ditemukan dari penelitian sepenuhnya bergantung pada siapa yang mempunyai pengetahuan tentang apa yang dibicarakan.
3.      Asumsi aksiologis:
Teori IDT bersifat manusiawi dalam segi nilai. Nilai dari individu yang terlibat disimpulkan dari nilai dan pengalaman mereka sendiri.
Perspektif Teoritis
Teori Interpersonal Deception membahas kebohongan melalui lensa teoretis komunikasi antar personal. Pada dasarnya, ia menganggap kebohongan sebagai suatu proses interaktif antara pengirim dan penerima. Berbeda dengan penelitian tentang kebohongan sebelumnya yang memfokuskan pada pengirim dan penerima secara terpisah, IDT memfokuskan pada sifat dyadic (dual), relational (hubungan) dan dialogic (dialog) dari komunikasi penuh kebohongan. Perilaku antara pengirim dan penerima bersifat dinamis, multifungsi, multidimensi dan multimodal.
8 Komunikasi dyadic berarti komunikasi antara dua orang. Dyad berarti sekelompok terdiri dari dua orang dimana pesan dikirim dan diterima.
8 Komunikasi relational mengacu pada komunikasi dimana makna yang dibentuk oleh dua orang saling mengisi peran, baik pengirim dan penerima.
8 Aktivitas dialogic mengacu pada bahasa komunikatif dari pengirim dan penerima, masing-masing mengandalkan satu sama lain dalam pertukaran tersebut.
Sebagai contohnya adalah kerangka konseling psikoterapi dan psikologis. Aktivitas dyad, relasional dan dialogis antara pasien dan ahli terapi bergantung pada komunikasi yang jujur dan terbuka jika pasien ingin sembuh dan berhasil membina hubungan yang lebih sehat. Kebohongan menggunakan kerangka teori yang sama karena komunikasi dari satu peserta dengan sengaja salah.
Contoh Kasus
Contoh: Tujuan penipuan adalah untuk mengamankan wajah atau membenarkan tindakan.
Citra dan Robi saling menyukai satu sama lain, namun keduanya masih malu untuk saling mengakui perasaan masing – masing karena baru saja kenal. Tetapi ada saja alasan yang menjadikan mereka saling berinterkasi satu sama lain. Suatu ketika Robi ingin meminjam Novel “Ayat-ayat cinta” milik citra padahal Robi juga baru saja beli kemarin sore. Pada keesokan harinya tak diduga Citra menemui Robi diruang kerjanya dan melihat ada dua Novel “Ayat-ayat cinta” dimeja Robi, spontan Citra bertanya “Ko ada dua novelnya, yang satu punya kamu yah…?”dengan penuh curiga. Dalam hal ini Robi bisa saja memberi alasan berbagai macam.
Contoh  tersebut adalah kondisi yang membutuhkan Teori penipuan agar Robi tidak terlihat bahwa dia hanya mencari alasan saja agar tetap bisa berinterkasi dengan Citra sehingga bisa membuat Robi malu dimata citra . Robi bisa saja berbohong melakukan Falsification (Pemalsuan) dengan mengatakan “Itu bukan punyaku melainkan punya si Romi tadi dia pamer bahwa dia juga punya novel bagus ini, eh malah tertinggal dimejaku”.
Atau Robi bisa saja mengatakan “Oh iya itu punyaku merasa tertarik jadi aku beli kemarin, itu novelmu mau aku balikin, kebetulah kamunya kesini”, dalam kondisi ini Robi masih mengatakan kejujuran tetapi tidak keseluruhan Concealment (Penyembunyian), Robi memang baru beli novel kemarin (tetapi tidak dijelaskan kemarin kapan), dan novel milik Citra spontan langsung dikembalikan agar tidak terjadi kebocoran.
Terakhir Robi dapat juga mengatakan secara tegas kepada citra “Iya, aku baru beli di mall kemarin”, pernyataan tersebut merupakan suatu Equivocation (Pengelakan) untuk menghindar dari penceritaan yang lebih detail.
* * *
Politeness Theory
Dikembangkan oleh Brown dan Levinson (1978, 1987), teori kesantunan atau Politeness Theory (PT) menjelaskan bagaimana kita mengelola identitas kita sendiri dan orang lain melalui interaksi, khususnya, melalui penggunaan strategi kesantunan.
Menurut Brown dan Levinson (1987), yang mana terinspirasi oleh Goffman (1967), bahwasanya bersikap santun itu adalah bersikap peduli pada “wajah” atau “muka,” baik milik penutur, maupun milik mitra tutur. “Wajah,” dalam hal, ini bukan dalam arti rupa fisik, namun “wajah” dalam artian public image, atau mungkin padanan kata yang tepat adalah “harga diri” dalam pandangan masyarakat.
Jika Goffman (1967) menyebutkan bahwa wajah adalah atribut sosial, maka Brown dan Levinson (1987) menyebutkan bahwa wajah merupakan atribut pribadi yang dimiliki oleh setiap insan dan bersifat universal.
Asumsi
Tiga asumsi dasar panduan teori kesantunan. Pertama, PT mengasumsikan bahwa semua individu perlu untuk mengatur mimik wajah mereka (Brown & Levinson, 1978, 1987). Sederhananya, wajah mengacu pada citra diri yang dikehendaki; juga termasuk pengakuan bahwa mitra interaksional Anda memiliki kebutuhan mimik wajah bagaimana yang mereka harapkan. Ada dua dimensi mengenai konsep wajah: wajah positif dan wajah negatif.
Wajah Positif mencakup kebutuhan seseorang untuk disukai, dihargai, dan dikagumi oleh orang lain. Wajah positif berkaitan dengan nilai-nilai keakraban antara penutur dan mitra tutur. Wajah negatif mengasumsikan keinginan seseorang untuk bertindak bebas, tanpa kendala atau memposisikan diri sebagai orang lain. Berbeda dengan wajah positif, yang mana penutur dan mitra tutur mengharapkan terjaganya nilai-nilai keakraban, ketakformalan, kesekoncoan, maka wajah negatif ini dimana penutur dan mitra tutur mengharapkan adanya jarak sosial.  Yang jelas, sulit untuk mencapai wajah positif dan negatif secara bersamaan, karena keduanya saling bertolak belakang.
Kedua, teori kesopanan mengasumsikan bahwa manusia rasional dan berorientasi tujuan, mereka menghormati dan menghargai kebutuhan mimik wajah (Brown & Levinson, 1978, 1987). Dengan kata lain, Anda memiliki pilihan dan membuat keputusan komunikatif untuk secara relasional dan berorientasi  tujuan dalam konteks menjaga wajah. Brown dan Levinson mengemukakan bahwa manajemen wajah terbaik ketika semua orang terlibat membantu untuk menjaga wajah orang lain.
Asumsi terakhir, PT berpendapat bahwa beberapa perilaku wajah secara fundamental dapat ‘mengancam’ (Brown & Levinson, 1978, 1987). Wajah ‘mengancam’ ini meliputi perilaku umum seperti permintaan maaf, pujian, kritik, permintaan, dan ancaman (Craig, Tracy, & Spisak, 1993).
Kesantunan (dan kesopanan) berbahasa dapat diartikan sebagai sebuah penunjukan mengenai kesadaran terhadap wajah orang lain (Yule, 2006:104). Wajah seseorang akan mengalami ancaman ketika seorang penutur menyatakan sesuatu yang mengandung ancaman terhadap harapan-harapan individu yang berkenaan dengan nama baiknya sendiri (hal.106).
Pengancaman wajah melalui tindak tutur (speech act) akan terjadi jikalau penutur dan mitra tutur sama-sama tidak berbahasa sesuai dengan jarak sosial. Perhatikan contoh berikut ini, dimana terjadi interaksi antara tetangga yang berusia sudah tua dan yang masih muda:
Tua: He… so malam deng apa kong baribut sampe, tarada rumah ka? (Heh… ini kan sudah malam, kok ribut banget? Tidak ada rumah ya?)
Muda: Saya, om. Maaf lagi… (Saya, om. Kami minta maaf).
Dalam konteks interaksi seperti di atas, penutur tua melakukan pengancaman wajah dengan mengatakan “tidak ada rumah ya?” ini disebut pengancaman wajah karena jarak sosial (usia dan mungkin juga jarak keakraban) antara mereka jauh. Bahkan, hal ini bukan hanya mengancam wajah mitra tutur muda, bahkan wajah penutur tua itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh jatuhnya “harga diri” sosial dengan menggunakan pernyataan yang kasar.
Respon dari mitra tutur muda merupakan tindak penyelamatan wajah (face saving act); yaitu dengan cara melakukan kesantunan negatif dengan mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan kesadaran atas jarak sosial dan wajah negatif penutur tua. Artinya, mitra tutur muda menyadari keinginan wajah penutur tua untuk merdeka dan memiliki hak untuk tidak terganggu.
* * *


Teori Peran (Role Theory)
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut.
Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun.
Peran adalah eksistensi kita. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
Peran adalah aspek dinamis dari suatu status. Definisi sederhana yang dibuat oleh Linton ini memberikan deskripsi mengenai posisi dan kedudukan dari status-peran.
Makna peran, menurut Suhardono, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.
Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap status sosial terkait dengan satu atau lebih peran sosial. Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status.
Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain.
Role Conflict Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama.
Role Strain Adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role strain.
* * *
Teori Hubungan Aku-Benda (I-It)
Martin Buber
Corak hubungan fundamental antarmanusia menurut Martin Buber ialah Aku-Anda (I-Thou) dan hubungan Aku-benda (I-It). Menurut Buber dalam Aku-Anda hubungan timbale balik antarsubjektifitas menjadi penting. Relasi antara Aku dan Anda tidak akan menciptakan konflik karena didasari oleh hubungan yang setara, hubungan yang menghendaki yang lain dalam subjektifitasnya (hubungan Subjek-Subjek). Ketika manusia mengakui dan menghargai yang lain sebagai subjek, disanalah cinta kasih terwujud.
Hubungan dengan model ini ditandai dengan adanya keterbukaan dan sering kali membawa resiko yang lebih besar, karena bersifat total. Dengan memberikan diriku secara total kepada engkau, aku siap bila tidak ditanggapi. Dalam hubungan Aku-Anda diperlukan ruang interpersonal karena harus saling menjaga kekhasannya sambil tetap menjalin relasi. Sehingga manusia bisa menerima orang lain sebagai dirinya yang otentik.
Berkebalikan dengan hubungan Aku-Anda, hubungan Aku-benda merupakan hubungan antara tuan-budak (Hegel). Hubungan ini dicirikan dengan kehendak menguasai dunia. Dengan benda, diafirmasilah bahwa ia tunduk dan dikebawahkan pada subjek. Dalam hubungan ini, terdapat ruang atau jarak sehingga dapat dikatakan bahwa benda menjadi objek bagi subjek (manusia). Oleh karena terjadi penguasaan, benda dapat diketahui seluruhnya.
Bagi Martin Buber hubungan Aku-Anda akan membuka hubungan dengan Anda Mutlak (I-Thou Absolut).
Emmanuel Levinas
Menurut Levinas manusia pada dasarnya didorong untuk mencari yang lain. Menginginkan yang lain adalah menginginkan yang tidak ada dalam diri kita. Hubungan antarpersonal manusia didasari oleh hubungan Aku-“Yang Lain” (L’un pour l’autre) yang dilukiskan dengan “epifani wajah”. Artinya, aku mempunyai kewajiban kepada yang lain. Melalui pandangan ini, Levinas ingin menolak egologia Descartes. Bahwa realitas tidak dibentuk oleh rasio murni, tetapi dengan cara memandang manusia secara otentik.
Tetapi perlu diingat bahwa hubungan dengan yang lain adalah hubungan antar manusia yang asimetris. Kenapa? Karena subjek menurut Levinas adalah seseorang yang ditempatkan berada di bawah orang lain. “Yang Lain” yaitu sebagai pengada yang sama sekali tidak ditentukan oleh penalaran saya dan karenanya tidak terselipkan dalam totalitas rasional.
Struktur tersebut membuat aku menjadi unik dan tidak tergantikan. Aku tahu aku ada karena berbeda dengan yang lain. Dengan kata lain, aku menjadi sandera untuk orang lain. Namun, hubungan antara aku dengan yang lain bukan saja terjadi diantara dua orang saja, melainkan juga terhadap tampilnya orang ketiga. Dengan begitu aku menjadi semakin bertanggungjawab terhadap semua orang.
* * *
Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
Pengertian
Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai suatu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama berinteraksi sosial.
Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok kan diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari.
Munculnya Teori Pertukaran Sosial
Pada umumnya, hubungan sosial terdiri daripada masyarakat, maka kita dan masyarakat lain dilihat mempunyai perilaku yang saling memengaruhi dalam hubungan tersebut yang terdapat unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan.
Ganjaran merupakan segala hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan, manakala pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, dan persahabatan.
Analogi dari hal tersebut, pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap teman anda yang di satu kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda. Pada saat tersebut anda selalu memberikan apa yang teman anda butuhkan dari anda, akan tetapi hal sebaliknya justru terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu dari teman anda. Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan untuk berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan.
Akan tetapi mempertahankan hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan.
Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisanya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.
Berbeda dengan analisa yang diungkapkan oleh teori interaksi simbolik, teori pertukaran ini terutama melihat perilaku nyata, bukan proses-proses yang bersifat subyektif semata. Hal ini juga dianut oleh Homans dan Blau yang tidak memusatkan perhatiannya pada tingkat kesadaran subyektif atau hubungan-hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara tingkat subyektif dan interaksi nyata seperti yang diterjadi pada interaksionisme simbolik.
Pertentangan teori pertukaran sosial individualistis dan kolektivistis
Pertentangan yang terjadi ini merupakan akibat dari tumbuhnya pertentangan antara orientasi individualistis dan kolektisvistis. Homans mungkin merupakan seseorang yang sangat menekankan pada pendekatan individualistis terhadap perkembangan teori sosial. Hal ini tentunya berbeda dengan penjelasan Levi-Strauss yang bersifat kolektivistis khususnya mengenai perkawinan dan pola-pola kekerabatan.
Levi-Strauss merupakan seorang ahli antropologi yang berasal dari Prancis, ia mengembangkan suatu perspektif teoritis mengenai pertukaran sosial dalam analisannya mengenai praktek perkawinan dan sistem kekerabatan masyarakat-masyarakat primitif.
Suatu pola umum yang dianalisanya adalah seorang pria mengawini putri saudara ibunya. Suatu pola yang jarang terjadi adalah orang mengawini putri saudara bapaknya.
Pola yang terakhir ini dianalisa lebih lanjut oleh lanjut oleh Bronislaw Malinowski dengan pertukaran nonmaterial. Dalam menjelaskan hal ini Levi-Strauss membedakan dua sistem pertukaran yaitu restricted exchange dan generalized exchange. Pada restricted exchange, para anggota kelompok dyad terlibat dalam transaksi pertukaran langsung, masing-masing anggota pasangan tersebut saling memberikan dengan dasar pribadi. Sedangkan pada generalized exchange, anggota-anggota suatu kelompok triad atau yang lebih besar lagi, menerima sesuatu dari seorang pasangan lain dari orang yang dia berikan sesuatu yang berguna.
* * *
Teori Dialektika Relasional
(Relational Dialectics Theory)
Makna Dialektika adalah seni diskusi logis sebagai alat untuk memeriksa kebenaran teori berdasarkan resolusi dari pertentangan atau kontradiksi.
Teori ini menggambarkan hubungan komunikasi sebagai kemajuan dan pergerakannya konstan. Teori ini dapat dipahami dan diterapkan pada konteks organisasi dan juga interpersonal. Orang yang terlibat dalam berhubungan pada dasarnya dalam selalu ada dorongan dan tarikan dari keinginan masing-masing individu yang bertolak belakang. Kita membicarakan dua tujuan yang berlawanan, orang menginginkan “both/and” bukan “either/or”. Dalam berkomunikasi kita berusaha mendamaikan keinginan yang bertolak belakang ini walaupun tidak pernah menghapuskan keinginan kita.
Contoh: dalam berelasi, orang ingin merasa ada keterbukaan sekaligus ketertutupan (both/and), bukan hanya menginginkan keterbukaan saja atau tidak berelasi sama sekali (either/or).
Asumsi
   Hubungan tidak bersifat liniar melainkan fluktuasi yang terjadi antara keinginan yang kontradiktif.
   Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan dengan sejalannya waktu.
   Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan yang tidak pernah behenti untuk menimbulkan ketegangan. Kita dapat mengelola ketegangan dan oposisi dengan cara yang berbeda-beda, tetapi kedua hal ini selalu ada dalam hidup berhubungan.
   Komunikasi sangatlah penting dalam mengelola, mengorganisasikan dan menegosiasikan kontradiksi – kontradiksi dalam hubungan secara baik.
Baxter dan Montgomery sangat terpengaruh oleh teori Mikail Bakhtin, seorang filsuf Rusia yang mengembangkan teori dialog personal. Bakhtin mengemukakan bahwa fenomena komunikasi dan fenomena sehari-hari adalah suatu bagian dalam kehidupan.
Bahktin menilai bahwa konflik bukan sesuatu yang penting dalam komunikasi, karena adanya konflik dalam suatu komunikasi adalah hal yang lumrah. Suatu kebiasaan kecil dalam jangka waktu panjang dapat berpotensi untuk menyebabkan perubahan yang mendasar. Kehidupan sosial merupakan dialog terbuka diantara banyak suara dan intinya adalah diferensiasi simultan dan penggabungan dengan yang lain. Konsep diri hanya mungkin ada dalam konteks dengan orang lain. Pengalaman manusia dibentuk melalui komunikasi dengan orang lain dan berfokus pada pentingnya interaksi dengan orang lain dalam penciptaan makna.
Contoh: Peraturan atau norma dalam masyarakat dibuat untuk membatasi kebebasan perilaku masyarakat dalam konteks tertentu. Namun seiring dengan perkembangan jaman, kehidupan masyarakat pun ikut berubah. Dengan adanya perubahan tersebut, maka tidak menutup kemungkinan bahwa aturan / norma terdahulu tidak lagi sesuai dengan fenomena kehidupan. Dalam tahap inilah konflik mulai muncul. Tetapi kemudian dengan adanya konflik tersebut akan memunculkan suatu kesepakatan baru (dalam hal ini norma baru) yang nantinya menjadi salah satu faktor pengubah kehidupan bermasyarakat, dan seterusnya.
Analisis dan Aplikasi Relational Dialectics Theory
Hubungan adalah suatu koordinasi dan tercipta lewat proses dialog, maka Komunikasi Antar Persona bukan hanya sekedar komunikasi, namun juga butuh pemahaman dan tujuan. Jika seseorang tidak dapat menjelaskan orang lain dalam perannya, maka pada teori ini diasumsikan bahwa mereka tidak mempunyai hubungan.
Contoh: Pasangan yang sedang mengalami konflik, ada kalanya mereka tidak dapat menafsirkan hubungan apa yang sedang mereka jalani. Karena bukan hanya sekedar teman, namun juga karena masalah yang mereka miliki, mereka enggan mengakui bahwa mereka adalah pasangan.
Kontradiksi adalah konsep sentral relasional dialektika. Kontradiksi merujuk kepada interaksi dinamis antara oposisi dan membentuk kesatuan yang kecenderungan saling bergantung (dialektis prinsip kesatuan) belum saling meniadakan satu sama lain (prinsip dialektika negasi).
Dari perspektif dialektika relasional, ikatan terjadi dalam saling ketergantungan dengan yang lain dan kemerdekaan dari lainnya. Tanpa salah satu dari itu, hubungan bisa berkurang intensitasnya.
Ketegangan dialektikal dalam berelasi (secara pribadi dan komunitas)
Dialektikal Internal (personal): ketegangan/ kontradiksi yang muncul dari dan dibangun oleh komunikasi dan ada 3 kontradiksi dalam hal ini:
1.   Keterkaitan dan Keterpisahan: seseorang yang memiliki keinginan untuk berdekatan atau menjauh dari orang terdekat. Hal ini menjadi ciri yang unik dalam teori komunikasi ini karena keterkaitan dan keterpisahan adalah sesuatu yang konstan dalam kehidupan berelasi. Berelasi akan tetap terjaga bila salah satu dari pasangan mau mengorbankan urusan otonomi pribadinya, namun bila hubungan yang berlawanan asas terjadi berlebihan akan menghancurkan hubungan tersebut karena ada yang akan kehilangan identitas pribadinya.
2.   Kepastian dan Ketidakpastian: seseorang memiliki kenyamanan pada sesuatu yang pasti dan menjauhi ketidakpastian ketika sejalan dengan perkembangan hubungan mereka. Jadi akan ada kebutuhan yang saling kontradiksi antara rutinitas dan spontanitas.
3.   Keterbukaan dan Ketertutupan: seseorang ingin menceritakan segalanya namun di halangi oleh keinginan akan privasi. Keterbukaan adalah hubungan relasi yang ideal.
Kontradiksi ini berfokus pada semua informasi personal dan juga pada perlindungan untuk diri sendiri dalam berkomunikasi.
Cara mengelola ketegangan antara terbuka dan tertutup:
1.      Pemilihan topik : yang tabu/tidak mau dibahas.
2.      Pengubahan waktu : menyediakan waktu untuk membicarakan topik sensitif.
3.      Penarikan diri : menghentikan pembicaraan.
4.      Penyelidikan : menanyakan informasi lebih lanjut.
5.      Strategi anti sosial : ekspresi diri : teriak, nangis, cemberut sebagai komunikasi anti sosial
6.      Kebohongan : penyimpangan dari sebuah kebenaran/ menghilangkan fakta untuk membuat beberapa hal privat tidak dibicarakan dan untuk menghindari konflik dalam hubungan tsb.
Dialektikal eksternal (komunitas) : ketegangan yang muncul dari tempat suatu hubungan didalam suatu budaya dan dalam berhubungan dengan rekan kerja, hubungan sosial dan komunitas yang lebih besar, kita juga mengalami ketegangan yang sejajar dengan dialektikal internal.
Ada 3 kontradiksi yang paralel dengan kontradiksi dalam Dialektikal Internal:
1.      Penerimaan dan Pengasingan : Dibentuk melalui ketegangan yang muncul antara berhubungan privat (pribadi) dan kehidupan publik. Contoh : dalam wilayah publik, persahabatan diterima dalam hubungan privat, tapi dalam hubungan persahabatan di tempat kerja dapat menimbulkan umpan balik yang negatif (dicurigai) dari rekan kerja lain. Orang yang terkenal (politikus, artis, selebritas) hidup dalam penerimaan kehidupan publik dan juga memiliki kehidupan privat yang kadang kala tidak diterima oleh publik. Penerimaan dan Pengasingan ini dapat dipisahkan tapi tetap bisa saling terkait dalam berbagai cara.
2.      Yang Biasa dan Yang Unik : Dibentuk melalui ketidaknyamanan publik pada sesuatu yang unik apalagi yang berlebihan. Hal ini membentuk publik untuk tidak terlalu antusias dengan inovasi bahkan ada yang menganggap aneh.
Contoh : dalam film Children of the Lesser God, menunjukkan keunikan hubungan yang dianggap aneh, karena dalam film ini tokoh yang normal berprofesi pengajar menjalin kasih dengan buruh yang bisu-tuli. Publik menganggap mereka bukan pasangan yang pas, cocok. Kontradiksi dari kedua hal ini selalu berlangsung.
3.      Membuka dan Menutup Rahasia: dibentuk melalui perbedaan antara hubungan yang ideal dengan yang dijalani, dalam hal ini melibatkan adanya keterbukaan pertukaran pikiran tapi bukan keterbukaan yang sempurna. Contoh: dalam dunia PR yang selalu menyangkut peningkatan citra baik perusahaan biasanya harus memberikan laporan fakta yang ada tapi tidak semua fakta dibeberkan secara keseluruhan karena tujuan idealnya adalah untuk citra baik tersebut. Namun dalam kenyataan kadang ada rahasia perusahaan yang bocor ke publik. Cara praktis mengatasi ketegangan dialektikal.
Komunikasi yang efektif dan jujur membicarakan tentang ketegangan ini dan menyadari kenyataan dari kontradiksi yang muncul dapat membangun hubungan relasi jangka panjang. Dalam teori ini membahas 8 cara mengatasinya:
·         Penyangkalan: menanggapai satu sisi dari dialektikal dan mengesampingkan sisi yang lain. Contoh: pasangan yang menggunakan strategi penyangkalan sering tidak puas dengan cara mereka mengatasi ketegangan antara keterbukaan dan ketertutupan. Disorientasi: membuat keputusan antara 2 hal yang berlawan dan merujuk pada pemberian prioritas pada oposisi yang ada. Contoh: bila memutuskan selalu dekat tiap saat dan tidak mengindahkan kebutuhan lain (privasi).
·         Perubahan Melingkar: satu pilihan dari 2 hal yang berlawanan pada waktu tertentu dan saling bergantian. Contoh: kakak beradik saat kecil merasa begitu dekat, saat remaja merasa harus ada privasi dan indentitas masing-masing yang berbeda, setelah dewasa kembali merasa dekat tapi hidup terpisah.
·         Segmentasi: memisahkan beberapa hal untuk menekan bagian yang berlawanan.
Contoh: memisahkan hal yang akan mengakibatkan ketegangan dari tempat kerja akan terbawa bila dirumah.
·         Keseimbangan: kompromi antara 2 hal yang bertentangan dan mencoba menenukan daerah yang seimbang yang menyenangkan kedua belah pihak
contoh: memutuskan untuk melakukan apa yang diinginkan masing-masing pihak demi mencapai kenyamanan dan kebahagiaan.
·         Integrasi: perpaduan dari dua hal yang berlawanan dengan secara bersamaan menanggapi dan menentang ketegangan tanpa niat tertentu. Contoh: meneladani kelanggengan hubungan pasutri yang sudah menikah puluhan tahun.
·         Rekalibrasi: merubah dialektika yang ada dengan cara tertentu sehingga seperti tidak memiliki arti yang bertentangan. Contoh : asal bisa didefinisikan ulang apa yang dimaksud dengan keterbukaan dan ketertutupan akan membuat hubungan lebih baik.
·         Reafirmasi: menetralkan dialektika dengan memberikan pengertian bahwa ketegangan itu tidak bisa dihilangkan dan tidak perlu dikeluhkan melainkan disadari keberadaannya dan penyebabnya. Contoh: keterbukaan dalam berkomunikasi dan menyadari topik yang tabu untuk dibicarakan.
Teori ini masih relatif baru / muda dan tidak menawarkan prediksi sebagai solusi karena berelasi selalu berubah dan berkesinambungan. Hal ini berbeda dengan teori tradisional biasanya mengusahakan adanya prediksi dan pernyataan mengenai fenomena komunikasi.
Teori ini menyarankan:
·         Alasan yang mendasar bahwa hubungan yang erat tidak ditentukan oleh proses aktivitas yang fluktuatif dan berprasangka buruk akan mempengaruhi kegagalan berrelasi.
·         Apresiasi pada usaha untuk mempertahankan hubungan yang erat akan memperkuat keteguhan hati untuk tidak menyerah pada saat terjadi ketegangan.
·         Hidup dengan menyadari akan adanya kontradiksi sebenarnya tidak menyusahkan, ibarat belajar mengendarai sepeda pada awalnya akan menyenangkan apabila sadar bahwa akan ada luka di sekujur tubuh yang menyakitkan karena jatuh dari sepeda
* * *
TEORI PENETRASI SOSIAL
(Irwin Altman dan Dalmas Taylor)
Menjelaskan secara umum bagaimana proses berhubungan dengan orang lain dimana terjadi proses gradual yaitu semacam proses adaptasi diantara keduanya. Kedua tokoh tersebut mengibaratkan manusia seperti bawang merah yang terdiri dari beberapa layer. Layer tersebut berarti lapisan kepribadian.
1.      Lapisan terluar: Apa yang diperlihatkan kepada public secara umum tanpa ditutup-tutupi
2.      Lapisan semiprivate: Lapisan yang lebih dalam dr lapisan terluar. Tidak terbuka bagi umum, hanya terbuka bagi orang-orang terdekat
3.      Lapisan private: Lapisan terdalam dimana terdapat nilai-nilai,konsep diri, konflik-konflik yang  belum terselesaikan, dan emosi yang terpendam. Lapisan ini tidak terlihat dari luar oleh siapapun, termasuk orang terdekat sekalipun. Namun lapisan ini paling berdampak bagi kehidupan seseorang
Kedekatan kita terhadap seseorang dapat dilihat dari sejauh mana penetrasi kita terhadap lapisan-lapisan tersebut. Dengan membiarkan orang lain melakukan penetrasi terhadap lapisan kepribadian kita, berarti kita membiarkan orang tersebut untuk lebih dekat dengan kita.
Taraf kedekatan berdasarkan perspektif penetrasi sosial
1.      Kita lebih cepat akrab jikan melakukan pertukaran pada lapisan terluar. Semakin ke dalam kita melakukan penetrasi, maka lapisan kepribadian yang akan kita hadapi akan semakin tebal dan sulit ditembus.
2.      Keterbukaan diri, bersifat timbal balik terutama saat awal hubungan. Pada awal hubungan kedua belah pihak sangat antusias untuk membuka diri yang berarti timbal balik. Semakin ke dalam, keterbukaan akan semakin lambat dan tidak ada lagi timbal balik.
3.      Penetrasi cepat di awal tetapi semakin lambat ketika semakin masuk ke lapisan dalam. Tidak ada istilah langsung akrab dalam sebuah hubungan, keakraban membutuhkan waktu yang panjang. Dalam prosesnya, hubungan interpersonal akan mudh runtuh sebelum mencapai tahap stabil dan sukses. Tetapi jika mampu untuk melewati tahap ini, hubungan biasanya akan lebih stabil dan bertahan lama.
* * *
TEORI ATRIBUSI
Teori yang membahas upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain dan kita. Proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat perilakunya.
1.      Atribusi kausalitas, Faktor eksternal (situasional) dan internal (personal). Menurut Harold Kelley, kausalitas eksternal dan internal memperhatikan:
a.       konsensus, apakah orang lain bertindak sama seperti penanggap
b.      konsistensi, apakah penanggap bertindak sama pada pada situasi yang lain
c.       kekhasan, apakah orang tersebut bertindak yang sama pada situasi yang lain atau hanya pada situasi ini saja
Bila ketiga hal tersebut tinggi, maka orang tersebut melakukan kausalitas eksternal.
2.      Atribusi kejujuran, Robert A. Baron dan Donn Byrne memperhatikan :
a.       Sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat yang populer di masyarakat. Semakin besar jarak antara pendapat orang tersebut dengan pendapat umum, makin percaya kita bahwa orang tersebut jujur.
b.      Sejauh mana orang itu mendapat keuntungan dari pernyataannya. Kita kurang percaya kejujuran yang menguntungkan pembicaranya.
* * *


Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal
Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan
Salah satu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal.
Poin ini berdasar pada gagasan bahwa komunikasi sebagai interaksi yang menciptakan struktur hubungan. Dalam keluarga misalnya, anggota individu secara sendirian tidak membentuk sebuah sistem, tetapi ketika berinteraksi antara satu dengan anggota lainnya, pola yang dihasilkan memberi bentuk pada keluarga. Gagasan sistem yang penting ini secara luas diadopsi dalam lapangan komunikasi.
Proses dan bentuk merupakan dua sisi mata uang; saling menentukan satu sama lain.
Seorang Antropolog Gregory Bateson adalah pendiri garis teori ini yang selanjutnya dikenal dengan komunikasi relasional. Kerjanya mengarah pada pengembangan dua proposisi mendasar pada mana kebanyakan teori relasional masih bersandar. Pertama yaitu sifat mendua dari pesan: setiap pertukaran interpersonal membawa dua pesan, pesan “report” dan pesan “command”. Report message mengandung substansi atau isi komunikasi, sedangkan command message membuat pernyataan mengenai hubungan. Dua elemen ini selanjutnya dikenal sebagai “isi pesan” dan “pesan hubungan”, atau “komunikasi” dan “metakomunikasi”.
Pesan report menetapkan mengenai apa yang dikatakan, dan pesan command menunjukkan hubungan diantara komunikator. Isi pesan sederhana seperti “I love you” dapat dibawakan dalam berbagai cara, dimana masing-masing mengatakan sesuatu secara berbeda mengenai hubungan. Frasa ini dapat dikatakan dalam cara yang bersifat dominasi, submissive, pleading (memohon), meragukan, atau mempercayakan. Isi pesannya sama, tetapi pesan hubungan dapat berbeda pada tiap kasus.
Proposisi kedua Bateson yaitu bahwa hubungan dapat dikarakterisasi dengan komplementer atau simetris. Dalam hubungan yang komplementer, sebuah bentuk perilaku diikuti oleh lawannya. Contoh, perilaku dominan seorang partisipan memperoleh perilaku submissive dari partisipan lain. Dalam symmetry, tindakan seseorang diikuti oleh jenis yang sama. Dominasi ketemu dengan sifat dominan, atau submissif ketemu dengan submissif.
Disini kita mulai melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur dalam sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki. Sistem yang mengandung serangkaian pesan submissif akan sangat berbeda dengan yang mengandung rangkaian pesan yang besifat dominasi. Dan struktur pesan yang mencampur keduanya adalah berbeda pula.
Meski Bateson seorang pakar antropologi, gagasannya dengan cepat dibawa kedalam psikiatri dan diterapkan pada hubungan patologis. Beberapa peneliti komunikasi memanfaatkan kerja Bateson dan kelompoknya. Aubrey Fisher, salah satu yang dikenal baik dari kelompok ini, sebagai pemimpin teoritisi sistem. Dalam buku Perspectives on Human Communication dia menerapkan konsep sistem kedalam komunikasi.
* * *
TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Uncertainty reduction theory atau teori pengurangan ketidakpastian, terkadang juga disebut initial interaction theory. Teori ini diciptakan oleh Charles Berger dan Richard Calabrese pada tahun 1975. Tujuan mereka dalam mengkonstruksikan teori ini adalah untuk menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian antara orang asing yang terikat dalam percakapan mereka bersama.
Versi umum dari teori ini menyatakan bahwa ada dua tipe dari ketidakpastian dalam perjumpaan pertama yaitu: Cognitive dan behavioral.
·         Cognitive uncertainty, merupakan tingkatan ketidakpastian yang diasosiasikan dengan keyakinan dan sikap.
·         Behavioral uncertainty, dilain pihak berkenaan dengan luasnya perilaku yang dapat diprediksikan dalam situasi yang diberikan.
Setiap teori mempunyai asumsi yamg merefleksikan pandangan dari sang penemu. Uncertainty Reduction Theory (URT) juga tanpa pengecualian. Teori ini meliputi 7 asumsi:
1.      Seseorang mengalami ketidakpastian dalam hubungan interpersonal
Asumsi ini menjelaskan, dalam suatu hubungan interpersonal orang akan merasakan ketidakpastian. Karena perbedaan harapan ada untuk memunculkan interpersonal, itu alasan untuk mengakhiri ketidakpastian atau setiap kegelisahan bertemu dengan orang lain.
2.      Ketidakpastian adalah suatu keengganan, yang bisa membangkitkan stress
Asumsi ini mengusulkan bahwa ketidakpastian adalah sebuah tingkatan keengganan. Dengan kata lain, ini membawa sejumlah besar energi emosi dan energi psikologi untuk ketidakpastian. Orang-orang yang baru bekerja kadang-kadang mengalami stress seperti ini.
3.      Ketika orang asing bertemu, yang mereka perhatikan pertama kali adalah mengenai pengurangan ketidakpastian atau menambah kemampuan memprediksikan
Asumsi ini menggarisbawahi bahwa uncertainty reduction theory berpendapat bahwa ketika orang asing bertemu, ada 2 hal yang penting, yaitu: pengurangan ketidakpastian & penambahan prediksi.
4.      Komunikasi interpersonal adalah proses perkembangan yang terjadi melalui beberapa tahapan
Asumsi ini mengusulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses keterlibatan tingkat perkembangan. Menurut Berger dan Calabrese kebanyakan orang memulai interaksi dari tahapan awal (entry phase), yang diartikan sebagai tingkat permulaan dari interaksi antara orang-orang yang tidak saling mengenal.
Tahapan awal ini diatur oleh peraturan baik secara implisit maupun eksplisit dan juga norma, contohnya ketika memberi respon baik ketika seseorang menyapa. Individu kemudian memasuki tahap selanjutnya yang disebut tahapan personal (personal phase) atau tingkatan ketika komunikasi barjalan secara spontan. Tahapan ketiga, yaitu tahapan keluar (exit phase), terjadi ketika setiap individu membuat keputusan apakah ia akan meneruskan interaksi dengan lawan bicaranya di masa depan.
5.      Komunikasi interpersonal adalah pemaknaan pertama dari pengurangan ketidakpastian
Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah makna utama dari pengurangan ketidakpastian. Karena kita telah mengidentifikasikan komunikasi interpersonal sebagai fokus dari URT, maka asumsi ini tidak lagi mengejutkan. Disini kita mencatat komunikasi interpersonal memerlukan sejumlah prasyarat – di antaranya mendengarkan, memahami respon non-verbal dan mengungkapkan kedalam bahasa.
6.      Kuantitas dan sifat dasar dari informasi yang diberikan seseorang berubah setiap waktu
Asumsi ini menggarisbawahi sifat dasar dari waktu. Ini juga berfokus kepada fakta yaitu komunikasi interpersonal mengalami perkembangan. Sang penemu mempercayai bahwa permulaan interaksi adalah elemen penting dari proses perkembangan.
7.      Memungkinkan untuk memprediksi prilaku seseorang dari sebuah penampilan
Asumsi ini menunjukkan bahwa tingkah laku orang-orang dapat diprediksi dari sebuah penampilan. Seorang pencetus teori dapat membawa pandangan yang berbeda terhadap pekerjaan dari suatu konstruksi teori. Pandangan yang berbeda ini disarankan oleh mereka untuk menggunakan ontologi, epistomologi dan aksiologi yang berbeda dalam menjelaskan tingkah laku komunikasi. Salah satu ontologi yang ada adalah covering laws, yang menganggap bahwa perilaku manusia diatur secara prinsip-pinsip umum yang berfungsi sebagai hukum sikap.
Walaupun masih ada pengecualian, kebanyakan orang berkelakuan sesuai dengan hukum ini. Tujuan covering law theory untuk menetapkan hukum-hukum yang akan menjelaskan bagaimana kita berkomunikasi. Covering law theories disusun untuk memindahkan pernyataan yang berupa prasangka untuk dibenarkan (atau axioms) ke pernyataan yang didapat dari kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi (atau theorems).

Tidak ada komentar: