Sabtu, 23 Agustus 2014__Saya mempersiapkan diri untuk
keberangkatan ke Pangalengan bersama Lises Unpad. Seperti biasanya, saya merasa
tidak perlu memanaskan mesin sepeda motor terlebih dahulu dan langsung saja
berangkat dari kontrakan menuju sekretariat Lingkung Seni Sunda Universitas Padjadjaran
(Lises Unpad). Dewan Pengurus (DP) dan Dewan Pertimbangan Pengurus (DPP) Lises Unpad akan mengadakan Rapat Kerja
Tengah Tahun di kediaman Kang Sonny di Pangalengan. Namun, saya diberikan
kesempatan untuk ilu biung (bergabung-red)
dengan Akang-Ceuceu Lises Unpad angkatan atas itu.
Mungkin saja ini kebetulan.
Pasalnya, kediaman Teh Siska juga di Pangalengan. Tidak terlalu jauh dari
kediaman Kang Sonny yang akan dipakai Rakerta kira-kira 1 kilometer. Disanalah
rencananya kami (yang tidak mengikuti Rakerta) akan menginap. Tujuan saya
kesana memang untuk tafakur alam.
Mencoba mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan meningkatkan rasa syukur
pada saat menyaksikan keindahan ciptaan-Nya. Saya rasa Pangalengan adalah tempat
yang tepat. Ini kali pertamanya saya bisa menyaksikan keindahan Pangalengan
secara langsung. Maka, saya sudah mencoba membayangkan keindahannya sebelum
berangkat. Yang benar saja, hal pertama yang terlintas di benak saya adalah
Susu Pangalengan. Bukan kebetulan, hanya saja sering terlihat penjual susu di
pusat perbelanjaan menyerukan yel-yel, “Susu
murni KPBS Pangalengan”. Akhirnya, saya tertawa.
Banyak teman di kampus yang
berasal dari Kecamatan Pangalengan. Mereka pun sering membandingkan daerahnya
dengan Lembang. “Ibaratnya, Pangalengan dan Lembang merupakan kutub utara dan
selatannya Bandung” ucap seorang teman. Pada saat itu, entah mengapa saya belum
juga iseng mencari tahu kondisi kekinian Pangalengan di internet. Saya hanya
mencocokan kondisi Pangalengan dengan Lembang, karena tiga bulan yang lalu saya
bisa mengunjungi Gunung Tangkuban Parahu Lembang. Mungkinkah hamparan sayuran
di setiap tikungan jalan, suhu yang dingin, masyarakat yang ramah dengan bahasa
Sunda dan logatnya yang khas, ataupun makanannya? Saya (sedikit) berpikir keras
kala itu mencari titik temu, “Kira-kira Pangalengan itu gimana ya?”. Namun,
saya tetap memegang teguh data awal saya: Pangalengan itu gudangnya susu,
karena saya belum pernah melihat penjual susu di pusat perbelanjaan yang
menyebut dirinya, “Susu Murni dari Lembang”. Walaupun ada, maka tolong garis
bawahi perkataan saya, “Susu produksi Lembang kurang Eksis daripada susu
Pangalengan karena KPBS udah punya soundtrack.”
Saya kembali menertawakan diri saya sendiri.
Masih berkutat dengan persamaan
dan perbedaan dua daerah itu, saya pun kembali dipusingkan dengan, “Apa itu
kepanjangan dari KPBS?”. Aneka jawaban saya coba cocok-cocokan dengan singkatan
itu. Saya masih saja enggan untuk mencari tahu jawabannya di internet. Saya
menghendaki: biarlah waktu yang akan menjawabnya. Asal Anda tahu saja, akhirnya
saya pun dapat mengetahui kepanjangan dari KPBS langsung dari tangki truk
pengangkut susu yang tak sengaja berpapasan di perjalanan menuju ke
Pangalengan. Tulisannya cukup jelas, membuat mata saya terbelalak kagum, bahkan
berlinang air mata. Saya bersyukur dengan berkata, “Ya Allah, terima kasih atas
jawaban-Mu ini”. Kira-kira desain penulisan yang menempel di tangki truk itu
seperti ini:
--------------------------------
Berikut ini adalah gambar yang
berhasil saya abadikan pada saat keberangkatan dari Jatinangor-Pangalengan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar