Minggu, 12 Juli 2015

PRA-EVENT: SEMINAR INTERAKTIF "PENCA KURING AYA DIMANA, PENCA KURING KAMARANA?"

Pra-Event dari Festival Pencak Silat Budaya Lises Unpad 2015 adalah Seminar Interaktif yang bertajuk "Penca Kuring Aya Dimana, Penca Kuring Kamarana?". Seminar yang bertemakan Peran Aktif Mahasiswa Berbudaya pada Revitalisasi Pencak Silat Tradisi ini mengundang pembicara yang sangat kompeten di bidangnya masing-masing. Latar belakang keilmuan dan sepak terjangnya di kancah budaya sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Siapa mereka?


Pembicara#1
Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA.

Prof. Ganjar (lahir di Bandung, 3 Januari 1956) adalah seorang akademisi dan budayawan asal Bandung Jawa Barat. Ia pernah menjabat sebagai rektor Universitas Padjadjaran  periode 2007 - 2015.

Prof. Ganjar merupakan guru besar sosiologi pertanian di Unpad. Sebelum kembali mengabdi di dunia pendidikan, dirinya sempat menjadi duta kebudayaan Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Perancis. Selama di Perancis, ia turut berkontribusi dalam mempromosikan kebudayaan Sunda, salah satunya angklung, bekerjasama dengan Saung Angklung Udjo.

Dalam Seminar Interaktif "Penca Kuring Aya Dimana, Penca Kuring Kamarana?", Prof. Ganjar akan mencoba memaparkan "tugas tambahan" dari seorang mahasiswa yang aktif di unit kreativitas mahasiswa (UKM) Budaya, selanjutnya kita sebut saja mahasiswa berbudaya.




Pembicara#2
Asep Gurwawan - Ketua Umum Masyarakat Pencak Silat Indonesia (Maspi)

Pak Asep Gurmawan merupakan praktisi Pencak Silat yang telah melanglangbuana di kancah Nasional bahkan Internasional. Pengalaman dan sepak terjangnya di bidang Pencak Silat sudah tidak ayal lagi. (Informasi selengkapnya: http://m.inilah.com/news/detail/2131634/asep-gurwawan-pendekar-silat-kelas-dunia).

Kini, Pak Asep (sapaannya) memikul tanggungjawab sebagai Ketum Masyarakat Pencak Silat Indonesia. Amanat ini beliau jalankan demi visinya yaitu Pencak Silat tidak terasing di negeri sendiri. Visi tersebut berubah menjadi slogan Maspi yaitu Pencak Silat Membumi dan Mendunia!

Dalam Seminar Interaktif "Penca Kuring Aya Dimana, Penca Kuring Kamarana?", Pak Asep akan mencoba menyadarkan kita tentang esensi dari pencak silat itu sendiri... Penasaran?





Pembicara#3
Drs. Toto Sucipto (Ketua Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung)

Dijadikannya sebagai pembicara menjadikan Drs. Toto Sucipto membuka kesempatan kepada seluruh peserta untuk turut berpartisipasi dalam proses pelestarian kebudayaan dan kearifan lokal.

Pasalnya, dalam Seminar Interaktif "Penca Kuring Aya Dimana, Penca Kuring Kamarana?", Drs. Toto dengan perannya sebagai Ketua dari BPNB Bandung dengan segala kredibilitasnya diharapkan mampu mengedukasi peserta tentang bagaimana caranya menjadikan kearifan lokal menjadi warisan budaya Indonesia bahkan diakui oleh dunia dengan kekuatan hukum yang sah kuat. Sehingga, pengakuan budaya Indonesia oleh negara asing tidak akan terulang kembali.





-----------
Berikut ini kami informasikan pula mengenai tempat pelaksanaan Seminar dan Technical Meeting peserta Festival Pencak Silat Budaya Lises Unpad 2015:

BALE RUMAWAT
Universitas Padjadjaran
Alamat: Kampus Unpad Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung

Catat tanggalnya:
1. Seminar Interaktif "Penca Kuring Aya Dimana, Penca Kuring Kamarana?" dengan tema Peran Aktif Mahasiswa Berbudaya Terhadap Revitalisasi Pencak Silat Tradisi dilanjutkan dengan Technical Meeting: 22 Agustus 2015

2. Festival Pencak Silat Budaya Lises Unpad: Pasanggiri Sendra Pencak Silat Antarperguruan Se-Bandung Raya: 29 Agustus 2015

Tetap ikuti informasi kegiatan-kegiatan kami di Official Account Twitter @FPSBLU_2015.

Seminar dibuka untuk para praktisi Pencak Silat Jawa Barat, Mahasiswa Berbudaya Se-Jawa Barat, dan Budayawan.




GRATIS untuk 120 seat saja.

Informasi selengkapnya silahkan hubungi Narahubung kami:
Zaidah Nuraini (0896-37-090-252)

Jumat, 10 Juli 2015

114 Kisah Nyata Doa-Doa Terkabul


#2

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah seorang muslim berdoa dan tidak terdapat dalam doa itu dosa dan pemutusan hubungan silaturahmi kecuali dianugerahilah dia salah satu dari tiga: diperkenankan dengan segera doanya, atau ditabung untuknya, atau dihindarkan baginya keburukan yang setimpal dengan doanya" (HR. Abu Umar bin Abdul Bar dan Imam Malik dari Abu Sa'id Al Khudri)

Betapa indahnya sebuah doa...
Buku 114 Kisah Nyata Doa-Doa Terkabul ini hadir untuk melengkapi pemahaman kita sekaligus memberi penjelasan lebih bahwa doa merupakan bagian dari sistem yang telah ditetapkan Allah Swt. untuk manusia agar mereka dapat meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Tentunya sebagai media komunikasi terbaik antara seorang hamba dan Tuhannya yang sifatnya sangat pribadi, dan dapat digunakan kapan pun dan di mana pun selama manusia menyadarinya.

Kang Tauhid Nur Azhar dan Kang Sulaiman Abdurrahim adalah sosok insan yang luar biasa. Dalam buku ini mereka berusaha menghadirkan sejumlah kisah, hikmah, dan petuah-petuah yang akan memberikan pemahaman kepada kita tentang indahnya mekanisme ijabah doa yang diciptakan Allah Swt.

Segera baca, mantap banget deh! In syaa Allah keyakinan kita akan kemahahebatan, kemahakuasaan, kasih sayang, dan kemahaluasan ilmu-Nya menjadi sangat kuat dan terus menguat sehingga kita tidak lagi menyia-nyiakan hidup untuk mencari sesuatu di luar keridhaan-Nya.

 
Keterangan
Penulis: Dr. Tauhid Nur Azhar dan Sulaiman Abdurrahim, S. Hum.
Banyak Halaman: 524
Harga: Rp 37.000,-

Costumer Service
📱Telp/SMS/WhatsApp 0896-2796-0494
📱BBM 553D1AA6
📱Line amuslim24
📱Twitter @amuslim24


-- Terima kasih atas kunjungannya --

Rabu, 08 Juli 2015

KATA-KATA YANG BERUBAH ARTI

Oleh: Ajip Rosidi


Penyiar televisi yang berdiri di pinggir jalan itu berkata, "Mari kita tanya masyarakat, apakah mereka tahu siapa Menteri Pertahanan kita sekarang." Lalu dia mencegat orang yang lewat dan bertanya, apakah orang itu tahu siapa Menteri Pertahanan Republik Indonesia sekarang. Ketika ternyata orang yang ditanya itu menjawab tidak tahu, si penyiar berkata lagi, "Mari kita tanya masyarakat yang lain, apakah mereka tahu siapa Menteri Pertahanan kita sekarang."

Demikianlah dia berkata berkali-kali bahwa dia hendak bertanya kepada "masyarakat", tetapi yang dia tanya ternyata hanyalah orang yang kebetulan lewat di sana. Padahal menurut ilmu sosial "masyarakat" itu adalah komunitas manusia yang hidup di suatu tempat.

KBBI Pusat Bahasa edisi keempat (2008) menerangkan tentang "masyarakat" sebagai berikut: "sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama". Sedangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain (1994) menerangkan arti kata "masyarakat" sebagai berikut: "kumpulan individu yang menjalin kehidupan bersama sebagai satu kesatuan yang besar yang saling membutuhkan, memiliki ciri-ciri yang sama sebagai kelompok".

Jelas masyarakat itu selalu berati sejumlah orang, bukan orang seorang yang kebetulan lewat. Artinya penyiar televisi itu menggunakan kata "masyarakat" dengan arti yang salah, yaitu berlainan dengan yang diterangkan dalam Kamus. Tapi ternyata ia tidak sendiri. Penggunaan kata "masyarakat" untuk orang seorang yang berarti "orang banyak" atau "orang kebanyakan" atau "umum" tidak hanya digunakan oleh penyiar televisi itu saja. Dalam berita surat kabar dan percakapan sehari-hari perkataan "masyarakat" yang menunjuk kepada orang seorang itu sering kita baca dan dengar.

Dalam perkembangan setiap bahasa, memang selalu terjadi pergeseran arti kata-kata. Dalam bahasa Indonesia pun hal demikian sering terjadi. Kita catat kata "bapak" yang tadinya berarti hanya ayah yaitu laki-laki yang menjadi suami ibu kita dan kata "ibu" yang tadinya hanya berarti perempuan yang melahirkan kita, sekarang digunakan juga untuk menyebut laki-laki dan perempuan yang dianggap terhormat atau yang usianya telah lanjut, sebaya dengan ayah-ibu kita. Kata "rumah" yang tadinya hanya berupa kata benda tempat orang tinggal, sekarang menjadi kata kerja, sehingga muncul kata jadian "dirumahkan" yang artinya dipecat dari pekerjaan. Kata basah yang tadinya hanya digunakan untuk menyebut benda-benda yang kena air, sekarang timbul ungkapan "tempat yang basah" untuk menyebut kedudukan yang sama sekali tidak pernah kecipratan air. Dan banyak lagi.

Kenyataan itu hanya menunjukkan bahwa bahasa yang bersangkutan memang hidup. Arti-arti baru yang diberikan kepada kata-kata lama itu telah menambah kekayaan bahasa tersebut. Seharusnya semuanya itu tercatat dalam kamus-kamus yang fungsinya antara lain ialah "menyimpan" perbendaharaan kata dalam sesuatu bahasa. Karena bahasa terus hidup berkembang, maka kamus selalu ketinggalan dalam mencatatnya.

Yang menjadi masalah dalam bahasa Indonesia ialah karena para penyusun kamus sering hanya berdasarkan kamus yang sudah ada, atau berdasarkan daftar kata dan istilah yang sudah ada dan mengabaikan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, yang digunakan baik dalam pers cetak (surat kabar, majalah, jurnal), maupun dalam pers elektronik (radio, televisi, film dan lain-lain). Dengan demikian kamus yang dihasilkannya tidaklah mengandung kata-kata atau arti kata-kata yang baru. Kata-kata yang mendapat muatan arti baru dalam masyarakat tidak masuk ke dalamnya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya, yang pada bagian akhirnya mencantumkan daftar referensi yang menjadi sumber pengambilan lemanya, sama sekali tidak menyebut nama surat kabar atau majalah, padahal dalam surat kabar dan majalah setiap hari muncul kata-kata dan istilah-istilah baru, ungkapan-ungkapan baru, atau kata-kata, istilah dan ungkapan lama yang diberi arti baru. Seharusnya kata-kata, istilah dan ungkapan baru itu, atau kata, istilah dan ungkapan lama yang diberi arti baru itu, dicatat dalam kamus.

Begitu juga tidak ada satu karya sastera atau pengarang pun yang disebut dalam KBBI. Padahal kebiasaan kamus bahasa lain, yang penting disebut ialah nama pengarang dan nama karya sastera yang pertama kali menggunakan perkataan tersebut.

Tak disangsikan lagi KBBI menjadi induk tempat orang-orang mencari keterangan tentang kata-kata bahasa Indonesia. Tapi karena referensinya tidak disebut nama surat kabar, majalah dan karya sastera maka kita menjadi sangsi apakah isinya mengikuti perkembangan bahasa Indonesia semaksimal mungkin.
----------

Setelah membaca dan mencoba untuk mengerti. Pada akhirnya hanya 14 karakter yang terucap, "Iya juga yaa..". Seketika itu langsung berlari ke ruang rak buku untuk melihat KBBI secara langsung, dan ternyata... Hemmm... (Anda lebih baik mencobanya sendiri).
ASPEK DASAR PENCAK SILAT SEBAGAI REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA


Disusun oleh:
Aziz Muslim
Lingkung Seni Sunda Universitas Padjadjaran
Wisnuwarman


Dulu, Abah berpesan kepada saya, "Janganlah kamu hanya terpaku pada 'igel-igelan' saja, Tetapi harus paham sampai bisa 'ngigel'. Setelah bisa 'ngigel' selanjutnya kamu harus pandai 'ngigelan' dan diharapkan kemudian hari mampu NGIGELKEUN."
Abah juga menyampaikan beberapa pesan yang sarat dengan makna, diantaranya:
1. Batur arek urang enggeus (Orang lain baru mulai, kita sudah selesai)
2. Ulah sina nyerieun tapi sina ngartieun (Jangan untuk menyakiti, tapi untuk membuatnya mengerti)
3. Ulah siga indit tapi cicing, kudu sabalikna siga cicing tapi indit (Jangan seperti pergi tapi diam, tapi harus sebaliknya

Dari sana saya menyimpulkan bahwa Pencak Silat lebih dari sekedar bela diri dan olahraga semata. Tapi sarat dengan bimbingan pendidikan rohani serta mental spritual yang berguna bagi pelakunya. Aspek inilah yang sering kali tak kita sadari.

Mengejar prestasi dan penghargaan yang bersifat duniawi terus menjadi ambisi. Hal yang wajar, karena wujudnya yang nampak. Namun justru itulah yang terkadang berpotensi mencelakakan. Lupa akan makna yang sejati, poho titik iinditan, poho kana maksud jeung tujuan nu sabenerna. Jika kondisi ini tidak menjadi perhatian bersama, kekhawatiran para pendahulu kita yang menyatakan bahwa kelak anak cucu kita akan belajar budaya sendiri di negara lain mau tidak mau pasti terjadi. Kita (terutama) pesilat sudah seyogyanya perlu memastikan dan bersumpah untuk mengaplikasikan keempat aspek dasar pencak silat sebagai prinsip dasar berperilaku. Yang mana terdiri atas:

1. Olahraga
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Dzat yang menciptakan raga kita secara sempurna. Raga ini perlu dikembangkan, perlu diolah dan diasah kemampuannya. Hal tersebut dapat dengan mudah dibuktikan secara medis tentunya. Perbandingan antara manusia yang suka mengolah tubuhnya dan yang tidak atau jarang.

2. Kanuragan/Bela Diri
Secara epistimologis, kata 'bela' adalah kata kerja yang mempunyai lawan kata 'serang'. Hal itu membuktikan bahwa sudah terjadi kesalahan apabila pesilat dididik dan ditempa dengan maksud menyerang. Anda bisa temui dengan berkeliling berbagai perguruan Pencak Silat di pedalaman Indonesia atau bahasa lainnya adalah perguruan-perguruan silat yang belum terkontaminasi oleh iklim kompetisi seperti sekarang ini. Termasuk saya pribadi, saat melakukan perjalanan itulah saya menemukan sebuah sistem latihan yang hampir seluruh jurus yang diajarkan adalah untuk menjawab pertanyaan, "Bagaimana cara untuk menghindar dan membalikan keadaan saat Anda diserang?", bukan "Bagaimana cara menyerang langsung lawan atau menyerang lawan terlebih dahulu?". Sesepuh di sana saat mengajarkan jurus, selalu meminta ada serangan yang masuk ke arahnya, lalu dia memberikan contoh bagaimana menghindar, membela diri, dan kemudian membalikan keadaan. Inilah makna bela diri yang sebenarnya, pelaku berada di posisi bertahan. Bertahan dari hal-hal jahat yang menyerangnya atau bahkan keluarga yang dicintainya. Ditinjau dari sejarah pula, Pencak silat hadir pada saat era penjajahan, yang mana membuktikan bahwa Pencak Silat sebagai Sistem Beladiri yang berfungsi untuk membalikan keadaan.

3. Seni Budaya
Pencak Silat dari sejarah Jawa Barat dan Indonesia tidak terlepas dari adanya iringan musik. Peneliti sekaligus praktisi Pencak Silat Tradisional Kang Gending Raspuzi dalam seminarnya di Universitas Indonesia menyimpulkan bahwa 'Jurus Penca' yang diiringi dengan musik adalah atau disebut 'Ibing Penca'. Dari situ saya sadar bahwa terdapat fungsi lain dari pencak silat itu sendiri selain bela diri dan olahraga, yaitu silaturahmi. Ada seorang guru yang mengatakan kepada saya bahwa sebenarnya warga Jawa Barat sering menjadikan istilah Pencak Silat sebagai suatu kirata. Konon katanya, Pencak Silat itu bermakna yaitu "Pancakaki Silaturahmi". Sederhananya, Pencak Silat sebagai seni budaya dapat menjadi konten silaturahmi yang bisa dinikmati. Keberagaman aliran dan perspektif dapat dikemas dalam sebuah karya Ibing Penca yang berfungsi sebagai simbol daya kreasi dari berbagai perguruan itu sendiri. Keberagaman inilah yang membuat pencak silat kaya akan kearifan lokal dan sentuhan lingkungan serta sejarahnya. Tak asing apabila setelah tidak ada lagi yang mesti "dibela" (Baca era kekinian), timbul pertanyaan, "Apalagi yang harus dilatihkan agar siswa tidak jenuh dan bosan?". Salah satu cara terbaiknya adalah dengan berkesenian.

4. Pendidikan Mental Spiritual
Pengalaman di masa lalu memberikan pengaruh terhadap tindak tanduk manusia entah itu pola pikir maupun cara dia dalam mengambil suatu keputusan. Itu adalah teori yang timbul berdasarkan kesepakatan umum, pasti. Hal tersebut bisa digunakan sebagai jawaban terhadap perubahan arah pencak silat di era sekarang ini. Sesepuh di dunia persilatan yang memiliki pengalaman melawan penjajah, pasti memiliki berjuta pengalaman berharga dan menghasilkan berbagai warisan yang tak ternilai yaitu "mental spiritual". Seusai berlatih, Abah selalu bercerita tentang pengalamannya dengan sorotan mata bangga. Pasalnya, kata-katanya mencerminkan nilai-nilai patriotisme dab nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kesusahan yang dulu pernah ia alami membuat dia lebih disiplin, bersabar, dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan-Nya. Memang benar, bahwa Sesepuh di dunia persilatan lebih cenderung berperan sebagai kyai atau dai yang memiliki kemampuan bela diri. Inilah nilai-nilai yang mesti kita sampaikan ke anak didik kita. Asep Sunandar Sunarya (Alm.) pernah berkata bahwa, "Leuheung keneh ari monyet ngagugulung kalapa mah, nu cilakamah lamun kalapa ngagugulung monyet!" Hal ini saya maknai sebagai lebih baik apabila kita terus mentransfer ilmu kita secara perlahan dan terus menerus walaupun memang perlu perjuangan hebat sampai kita melihat hasilnya. Biarkan anak didik kita terus berusaha juga menggali esensi yang sebenarnya walaupun itu sulit dan memakan waktu yang lama. Hal yang wajar sebab kita sedang mengupayakan sebuah hal yang abstrak yakni "mental". Banyak contoh di sekitar kita yang berubah secara mental menjadi taat beragama dan menjadi pribadi yang baik di usia tuanya. Pencak Silat sama halnya dengan wayang golek dan lainnya, sudah semestinya dijaga kelestariannya agar bisa terus berfungsi sebagai sarana atau wahana transfusi nilai-nilai yang membawa dampak positif bagi agama, bangsa, dan negara.

Keempat aspek dasar Pencak Silat di atas sudah seyogyanya tidak sebatas menjadi simbol dan pajangan saja. Namun, hal itu perlu kita kaji kembali demi memperjelas makna yang sebenarnya.