Sabtu, 14 November 2015

SEBUAH PENERBANGAN PERTAMA: BISMILLAH, JEPANG!

“Saya, Kang Ade, dan Kang Afif berada di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Nampak moncong pesawat Japan Airlines yang akan membawa kami ke Bandara Narita Tokyo malam ini.”




Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!


Pesawat di belakang kami adalah Japan Airlines yang akan membawa kami menuju negeri matahari terbit malam ini. Penerbangan ini merupakan penerbangan yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup saya. Ini adalah penerbangan pertama, ke luar negeri (Jepang), dan gratis. Ketika menulis artikel ini hati kecil saya bergumam, “Ya Allah, nikmat-Mu yang mana yang bisa hamba dustakan? Alhamdulillah... Alhamdulillah.” Di balik kekurangan saya, mahasiswa biasa yang bisa kuliah dengan bantuan SKTM (Surat keterangan Tidak Mampu) dari kelurahan disertai dengan draft prestasiyang tak seberapa, saya tetap diberikan kesempatan oleh-Nya untuk bisa merasakan nikmat dan karunia yang tidak semua orang bisa merasakannya. Kasarnya, bisa duduk dan belajar di kampus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran secara gratis saja sudah merupakan karunia yang sangat luar biasa. Terlebih menjadi delegasi Indonesia untuk mengikuti event Internasional di Jepang, saya harus menyebut ini apa? Saya tidak bisa berkata-kata apa lagi selain ungkapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa, “Alhamdulillahirabbil’alamiin.”

Kedua orang di sebelah saya merupakan orang yang penting dalam hidup saya. Selain dosen yang menempa saya di ranah akademik, saya pun mendapatkan tempaan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lingkung Seni Sunda Universitas Padjadjaran (Lises Unpad) oleh mereka berdua. Sebetulnya banyak sekali sosok kakak yang sangat berpengaruh bagi hidup saya di sana, namun tetap saja merekalah yang terbaik. Kang Ade (tengah) merupakan seorang sarjana lulusan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya). Sekarang ia dipercaya untuk menjadi seorang pelatih tari di Lises Unpad. Tetapi, saya menganggapnya bukan sekedar hubungan profesional antara pelatih dan yang dilatih, melainkan seperti kapilanceuk (Kakak angkat) di Lises. Walaupun masih tergolong relatif muda, Kang Ade memiliki segudang prestasi dan jam terbang yang mumpuni dalam ranah pelestarian budaya tradisional Sunda. Ia sering menjadi delegasi Indonesia untuk berbagai kegiatan budaya di luar negeri diantaranya Hungaria, Jepang, Malaysia, Perancis, Belanda, dan lain-lain. Wataknya yang disiplin selalu ia tunjukan saat proses latihan. Tentunya itu memberikan banyak perubahan dalam hidup. Selain menekuni langsung (sebagai praktisi) bidang kesenian seperti tarian tradisional, ia juga bekerja sebagai Verifikator Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung. Banyak sekali sanggar seni di pelosok negeri yang telah ia kunjungi. Selalu saja ada cerita baru saat berdiskusi maupun berbincang santai dengannya.

Sedangkan Kang Afif (Kanan) merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Industri Pertanian. Ia lebih senior satu tahun daripada saya. Di Lises, ia diamanati sebagai Koordinator Divisi Pendidikan dan Pelatihan masa bakti 2014/2015. Sikapnya yang ramah, murah senyum, dan humoris menjadikan ia sebagai kakak sekaligus sahabat terbaik yang saya miliki. Kemampuan dan bakat tarinya sangat alami. Dia lah aset terbaik Lises pada saat ini. Ketika proses latihan, ia selalu bisa menyerap materi dengan mudah. Bakatnya menjadikan ia sebagai asisten pelatih dan bahkan saya memprediksi kelak dia akan menjadi pelatih terbaik yang pernah Lises miliki. Pada tanggal 27 November nanti, ia akan berperan sebagai Gatot Kaca. Sebuah pementasan wayang orang yang mana bisa disebut sebagai tarian dengan level tertinggi dan sangat bergengsi.

Kami bertiga adalah anak divisi Pendidikan dan Pelatihan. Setidaknya saat kami berkumpul, prioritas diskusi kami adalah peningkatan kualitas kemampuan anggota Lises Unpad dalam berkesenian. Kami berbagi ilmu mengenai sistem, manajemen, dan eksekusi lapangan saat latihan berlangsung. Tetapi lebih dari itu, kami satu suku bangsa (Sunda) yang silih asah, silih asih, dan silih asuh. Karena Lises bukan sekedar organisasi dan wahana penempaan kualitas diri entah itu dalam bidang kesenian maupun softskill lainnya saja, melainkan jauh lebih melibatkan perasaan. Kami semua terikat atas satu cinta dan visi yang sama, nanjeurkeun ajén Ki Sunda (Melestarikan budaya Sunda).


Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim

Tidak ada komentar: