“Saya, Kang Ade, dan
Kang Afif berada di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Nampak
moncong pesawat Japan Airlines yang akan membawa kami ke Bandara Narita Tokyo
malam ini.”
Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!
Pesawat di belakang kami adalah
Japan Airlines yang akan membawa kami menuju negeri matahari terbit malam ini.
Penerbangan ini merupakan penerbangan yang tak akan pernah terlupakan dalam
hidup saya. Ini adalah penerbangan pertama, ke luar negeri (Jepang), dan
gratis. Ketika menulis artikel ini hati kecil saya bergumam, “Ya Allah,
nikmat-Mu yang mana yang bisa hamba dustakan? Alhamdulillah... Alhamdulillah.”
Di balik kekurangan saya, mahasiswa biasa yang bisa kuliah dengan bantuan SKTM
(Surat keterangan Tidak Mampu) dari kelurahan disertai dengan draft prestasiyang tak seberapa, saya
tetap diberikan kesempatan oleh-Nya untuk bisa merasakan nikmat dan karunia
yang tidak semua orang bisa merasakannya. Kasarnya, bisa duduk dan belajar di
kampus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran secara gratis saja
sudah merupakan karunia yang sangat luar biasa. Terlebih menjadi delegasi
Indonesia untuk mengikuti event Internasional
di Jepang, saya harus menyebut ini apa? Saya tidak bisa berkata-kata apa lagi
selain ungkapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa, “Alhamdulillahirabbil’alamiin.”
Kedua orang di sebelah saya
merupakan orang yang penting dalam hidup saya. Selain dosen yang menempa saya
di ranah akademik, saya pun mendapatkan tempaan di Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Lingkung Seni Sunda Universitas Padjadjaran (Lises Unpad) oleh mereka
berdua. Sebetulnya banyak sekali sosok kakak yang sangat berpengaruh bagi hidup
saya di sana, namun tetap saja merekalah yang terbaik. Kang Ade (tengah)
merupakan seorang sarjana lulusan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya).
Sekarang ia dipercaya untuk menjadi seorang pelatih tari di Lises Unpad.
Tetapi, saya menganggapnya bukan sekedar hubungan profesional antara pelatih
dan yang dilatih, melainkan seperti kapilanceuk
(Kakak angkat) di Lises. Walaupun masih tergolong relatif muda, Kang Ade
memiliki segudang prestasi dan jam terbang yang mumpuni dalam ranah pelestarian
budaya tradisional Sunda. Ia sering menjadi delegasi Indonesia untuk berbagai
kegiatan budaya di luar negeri diantaranya Hungaria, Jepang, Malaysia,
Perancis, Belanda, dan lain-lain. Wataknya yang disiplin selalu ia tunjukan
saat proses latihan. Tentunya itu memberikan banyak perubahan dalam hidup.
Selain menekuni langsung (sebagai praktisi) bidang kesenian seperti tarian
tradisional, ia juga bekerja sebagai Verifikator Balai Pelestarian Nilai Budaya
Bandung. Banyak sekali sanggar seni di pelosok negeri yang telah ia kunjungi.
Selalu saja ada cerita baru saat berdiskusi maupun berbincang santai dengannya.
Sedangkan Kang Afif (Kanan)
merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Industri Pertanian. Ia lebih senior satu
tahun daripada saya. Di Lises, ia diamanati sebagai Koordinator Divisi
Pendidikan dan Pelatihan masa bakti 2014/2015. Sikapnya yang ramah, murah
senyum, dan humoris menjadikan ia sebagai kakak sekaligus sahabat terbaik yang
saya miliki. Kemampuan dan bakat tarinya sangat alami. Dia lah aset terbaik
Lises pada saat ini. Ketika proses latihan, ia selalu bisa menyerap materi
dengan mudah. Bakatnya menjadikan ia sebagai asisten pelatih dan bahkan saya
memprediksi kelak dia akan menjadi pelatih terbaik yang pernah Lises miliki. Pada tanggal 27 November nanti, ia akan berperan sebagai Gatot Kaca. Sebuah pementasan wayang orang yang mana bisa disebut sebagai tarian dengan level tertinggi dan sangat bergengsi.
Kami bertiga adalah anak divisi
Pendidikan dan Pelatihan. Setidaknya saat kami berkumpul, prioritas diskusi
kami adalah peningkatan kualitas kemampuan anggota Lises Unpad dalam
berkesenian. Kami berbagi ilmu mengenai sistem, manajemen, dan eksekusi
lapangan saat latihan berlangsung. Tetapi lebih dari itu, kami satu suku bangsa
(Sunda) yang silih asah, silih asih, dan silih asuh. Karena Lises bukan sekedar
organisasi dan wahana penempaan kualitas diri entah itu dalam bidang kesenian
maupun softskill lainnya saja,
melainkan jauh lebih melibatkan perasaan. Kami semua terikat atas satu cinta
dan visi yang sama, nanjeurkeun ajén Ki
Sunda (Melestarikan budaya Sunda).
Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar