Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!
Foto di atas adalah foto ketika saya
dan Kang Afif menginjakkan kaki pertama kali di salah satu toilet Bandara
Internasional Narita Tokyo, Jepang. Haha... Saya pun tertawa sendiri membaca
judul di atas. Lucu sih, tapi ya apa daya memang kenyataannya seperti itu. Saya
berbicara demikian karena toiletnya sangat bersih. Lantainya bersih dan tidak
becek serta tidak ada coretan-coretan curhat tangan-tangan nakal di dindingnya.
Aromanya harum dan tidak tercium bau pesing atau aroma khas toilet lainnya
seperti di Indonesia. Kami pun geli untuk mengabadikan momen itu tanpa sedikit
pun risih karena sedang berada di toilet (haha). Kloset dengan sistem otomatis
pun sempat membuat kami terkagum-kagum saat itu. Mana bisa kami tidak sedikit
pun direpotkan di sana. Semuanya serba otomatis.
Saat toilet menjadi sampel terbaik
untuk indikator tingkat kebersihan sebuah kota, maka Jepang pun mampu
menunjukkan budayanya yang cinta akan kebersihan dan kenyamanan secara nyata. Yang
saya rasakan kala itu selain rasa kagum terhadap kondisinya tetapi juga pada
sistem sosial di sana akan pentingnya menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan
dan kenyamanan tidak hanya seakan tanggungjawab pengelola/petugas
kebersihan/fasilitator saja, melainkan tanggungjawab bersama. Semua masyarakat
di sana menyadari bahwa mereka harus menjaga kebersihan agar tercipta
kenyamanan dalam kehidupan mereka. Akan tetapi, tidak cukup sampai disitu,
masyarakat Jepang pun menunjukkan tindakan nyata untuk mewujudkan kenyamanan
itu. Mereka merasa ini adalah tanggungjawab setiap individu dan ini mutlak
harus dipegang secara teguh. Hal ini tentu saja bertahan akibat ada harmonisasi
juga dari pengelola atau lebih luas cakupannya yaitu pemerintah. Mereka sairing sajalan atau melangkah bersama
untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Indonesia dengan segala potensi
didalamnya masih belum mampu menciptakan keharmonisan antara pemerintah dan
masyarakatnya. Hal itu terbukti dengan selalu saja terjadi saling menyalahkan
antara mereka. Pemerintah dalam konteks ini yang memfasilitasi menyalahkan
masyarakat dengan tuduhan tidak menjaga dan justru merusak fasilitas yang telah
diberikan. Masyarakat pun tak jarang yang justru menuduh pemerintah akan
tuduhan serupa. Dalam benak masyarkaat, masih banyak oknum-oknum bagian dari
pemerintah yang sama seperti mereka atau bahkan lebih parah dan seenaknya
daripada mereka. Seperti dijumpai PNS yang membuang sampah sembarangan, puntung
rokok di jalan, dll. Chaos! Ya, ini memang kenyataan kita saat ini.
Pemerintah dan masyarakat seyogyanya
berjalan beriringan karena demi mewujudkan cita-cita bersama. Mematuhi dan
menghormati peraturan yang mereka buat sendiri. Bukan justru bersama-sama tidak
mengindahkan aturannya sendiri. Pemerintah dalam hal ini mutlak harus berada di
posisi benar dan yang membenarkan. Ketika peraturan itu dibuat untuk dipatuhi
masyarakat, sudah semestinya pemerintah harus menjadi figur yang menjadi model
dari peraturan tersebut. Sebagaimana yang disampaikan Prof. Rhenald Kasali,
Ph.D. dalam bukunya yang berujudl Change!, “Setiap satu perubahan kecil
dilakukan seseorang maka akan terjadi pula perubahan-perubahan lainnya. Berilah
seseorang yang berpakaian sederhana sebuah pena yang bagus maka ia akan memakai
baju yang bagus untuk menyesuaikan dengan penanya. Berikanlah lantai yang
bersih maka orang akan berhenti membuang sampah”. Hal itu guna terjadinya
perasaan respect dari masyarakat.
Sehingga, masyarakat mayoritas yang awalnya masih membuang sampah sembarangan
dan tidak mampu menjaga kebersihan setelah melihat figurnya, mereka lambat laun
akan sadar dan kemudian mengikuti jejak langkahnya. Setelah itu, terjadilah
harmoni antara pemimpin dan yang dipimpinnya. Bersama-sama, di ranah dan posisi
masing-masing demi mewujudkan tujuan bersama yaitu kenyamanan bersama.
Wassalammu’alaikum,
Aziz Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar