Kamis, 19 November 2015

KENYAMANAN BERTRANSPORTASI BUS DI KOTA KAGOSHIMA


“Suasana interior salah satu bus kota di Kota Kagoshima, saya pun menyempatkan diri untuk berfoto sebelum saya dan rombongan berkeliling kota”


Assalammu’alaikum,
Selamat malam Sahabat!

“Tulisan ini tidak bertujuan untuk membandingkan kondisi bus di sana dengan di Bandung secara gamblang/langsung. Tidak! Namun saya hanya akan berbagi pengalaman saat menggunakan transportasi bus saat berkeliling Kota Kagoshima”

Selamat membaca!

Tidak ada kondektur di sana, tapi sang supir pun gesit mengatur koper-koper kami di bagasi. Dia berseragam kemeja putih, berdasi, dan sepatu pantopel yang sangat mengkilat. Tampilannya persis dengan kaum eksekutif di perkantoran pada umumnya. Hanya saja yang berbeda ia bertopi dan sarung tangan. Dari raut wajahnya, saya melihat adanya kebanggaan walaupun berprofesi sebagai supir bus kota.

Setiap paginya kami selalu berjalan dari hotel menuju bus yang akan kami tumpangi selama kurang lebih 100 meter. Sepuluh langkah lagi menuju bus, kami sudah disambut pria paruh baya dengan pakaian rapi di samping bus. Dia membungkukkan badan dan berkata, “Ohayo Gozaimasu!” dengan senyum khasnya. Dengan ekspresi ceria dia langsung membukakan pintu bagasi bus. Walaupun nampak dari wajahnya ada ekspresi kebingungan karena tidak bisa berbahasa Inggris untk berkomunikasi dengan kami, namun gesturnya mengarahkan kami untuk segera mengantri dan mengatur koper kami. Kami mengerti dan kemudian membantunya secara berestafet dengan pak supir. Sebuah bentuk pengaplikasian nilai gotong royong yang semakin terkikis di Indonesia sebaliknya justru saya lihat sangat jelas di sini. Hampir di semua aspek kehidupan, termasuk hal yang sederhana, memasukan koper ke dalam bagasi. Setelah semuanya selesai, dia pun tersenyum, menatap kami dan berkata sesuatu dengan bahasa Jepang. Walaupun kami tidak mengerti, saya menangkapnya mungkin, “Alhamdulillah, sudah selesai. Mari masuk ke Bus!” Haha, itu sih hanya persepsi saya saja.

Pemandu kami dari panitia Kagoshima Asian Youth Art Festival yang berjumlah dua orang pun berbaris di samping pintu dan menghitung jumlah kami. Mereka memastikan bahwa tidak ada satu pun di antara kami yang tertinggal. Hemmmm... Aroma interior bus yang khas menjadi mood booster bagi saya. Saya masih ingat kondisi cuaca saat itu. Matahari yang bersinar terang, indah sekali. Sinarnya memantul seperti berlian di permukaan air sungai besaar yang membelah kawasan Kagoshima Chuo Station dan Tenmonkan Area itu. Anginnya pun berhembus merdu. Kami memiliki banyak cahaya yang menyegarkan pagi itu, tapi suhu saat itu tidak panas justru sejuk sekali. Kondisi sempurna untuk mengawali aktivitas di pagi hari.

Konfigurasi tempat duduknya dua-dua (2-2) dan luas. Sofanya empuk, tidak memakai bahan seperti karpet yang licin, tapi persis seperti sofa bahan kain. Di belakang kursi yang empuk itu juga disediakan tabloid dan majalah yang diletakan di belakang kursi yang sengaja memang diperuntukkan untuk kami. Selain itu, terdapat gantungan yang berfungsi untuk menggantungkan mantel atau jaket di sana. Serta ada tempat penyimpanan botol portable. Jadi, ketika kita membawa botol minum ke dalam bus, kita bisa menyimpan botol minum kita di sana. Yang menarik adalah tidak ada kepulan asap hitam dari knalpot busnya. Suara mesin yang hampir tidak terdengar pun mendukung kenyamanan berkendara dan berkeliling di Kota Kagoshima.

Saat di Indonesia, saya sering sekali naik bus. Entah itu bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), maupun bus kota. Saya merekam detail secara empiris tentang pelayanan, fasilitas, termasuk desain eksterior dan interiornya. Selama satu pekan di Kota Kagoshima pun secara otomatis saya selalu melakukan komparasi dengan kondisi transportasi kota di Bandung-Jatinangor (area perkuliahan saya). Di Bandung, kita familiar dengan bus kota Damri. Banyak cerita di dalam Damri, termasuk mungkin ketemu doi di Damri (Haha, just kidding). Mahasiswa Bandung coret seperti saya sangat sering memakai jasa transportasi bus Damri untuk mengantar saya ke pusat Kota Bandung. Jadi, saya selaku penumpang tetap sarana transportasi Bandung Raya (haha) menginginkan suatu perubahan yang mungkin salah satu perubahannya mendekati kualitas sarana transportasi negara lain, atau justru lebih baik. Kalau negara lain saja bisa, lantas kita pun pasti bisa!


Bus di belakang saya merupakan Sightseeing Kagoshima City's Bus yang memiliki desain eksterior yang unik seperti lumba-lumba. Tak kalah, Bandung pun memiliki Bus Bandros (Bandung Tour on the Bus"


Wassalammu’alaikum
Aziz Muslim

Tidak ada komentar: