Pada tanggal 24 Mei 2014, saya
mengunjungi kediaman Pak Cecep Arif Rahman. Motifnya adalah untuk mengenalkan
sahabat saya kepada beliau. Saya memiliki rasa bangga untuk mengenalkan, karena
beliau memiliki prestasi-prestasi yang luar biasa. Belakangan ini, beliau
menjadi aktor dalam film The Raid 2
Berandal. Bersama Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan, beliau turut menambah greget
film aksi bertaraf internasional tersebut.
Motif kedua, saya ingat bahwa
pada tanggal 28 Mei 2014 ada acara NgeBatik Asyik Rame-Rame (BATARA) yang
diselenggarakan oleh Kelompok Grafis Fikom (KGF). Saya dipercayai untuk mengisi
acara pada kegiatan bertajuk pelestarian budaya dengan cara yang menyenangkan
tersebut. Sehubungan dengan hanya pencak silat yang dapat saya tampilkan,
akhirnya terlintas dalam benak saya bahwa inilah saat yang tepat untuk berlatih
dengan guru yang tepat pula. Hal ini didukung oleh cuaca yang tidak mendukung.
Memang sedikit aneh kalimat yang tadi. Didukung, namun tidak mendukung.
Pasalnya, jika pada hari itu hujan tidak turun, maka saya pun akan memutuskan
untuk pulang lebih awal. Karena, setiap sore saya selalu menyempatkan waktu
untuk berlatih tari Ronggeng Panggung di Lingkung Seni Sunda Universitas
Padjadjaran (Lises Unpad). Apalagi, pada Jum’at ini kelompok ronggeng kami
diagendakan untuk mengikuti materi bersama pelatih, atau istilah di Lises yang
lebih familiar disebut dengan cut to cut.
Saya berpikir keras saat latihan.
Mengingat bahwa saya adalah orang yang mencintai kesempurnaan, maka saya pun
meminta saran dari Pak Cecep Arif Rahman untuk kesempurnaan tampilan saya. Saat
itulah beliau menggagas inovasi baru dalam bentuk pengoptimalan pola lantai.
Namun, itu hanya untuk tampilan tangan kosong saja. Saya pikir dalam acara
Batara nanti, saya ingin tampil lebih dari hanya tampilan tangan kosong. Saya
menguasai gerakan-gerakan golok dan tongkat. Saya mau menampilkan itu. Namun,
saya tidak memiliki senjata-senjata tersebut. Meminjam senjata untuk pementasan
adalah motif saya yang ketiga.
Pada tiga hari sebelumnya, saya
teringat kepada Dilla dan Didah. Mereka menitipkan uang untuk membeli celana
pangsi yang dijual oleh Pak Cecep. Celana pangsi bordir yang membuat
penggunanya merasa bangga menjadi bagian dari pelestari budaya asli Indonesia
yaitu Pencak Silat.
Hampir tiga bulan saya belum
membelikan pesanan dari adik seperguruan saya itu. Dengan berbagai alasan
seperti kegiatan-kegiatan di kampus. Walaupun pada bulan Maret, saya
menyempatkan diri untuk pulang ke Pangandaran. Namun, saya lupa terhadap
pesanan mereka. Dengan kesempatan berkunjung ke kediaman Pak Cecep 23 Mei lalu,
saya memutuskan untuk membelikan pesanan adik-adik seperguruan saya. Lucunya,
saya hanya menyisakan uang tunai pas-pasan. Sangat pas sekali sehingga uang
didompet saya langsung nihil. Teman-temanku pun menertawakanku. Kami pun
memulai transaksi seusai latihan. Inilah yang menjadi motif ketiga saya yang
tidak terniatkan sebelumnya pada saat kunjungan ke kediaman Pak cecep Arif
Rahman.
Seusai bersilaturahim dan
berlatih, saya mendapatkan beberapa informasi terkait dengan daya komitmen dan
daya gedor saya do dalam proses pencapaian cita-cita saya. Diantaranya adalah
kemampuan saya untuk tetap konsisten dalam ranah saya yaitu pencak silat.
Beliau mengkritik saya karena adanya resiko jika mengikuti kegiatan yang baru.
Hal tersebut disebabkan oleh seringkali manusia melupakan yang telah lalu
karena memiliki sesuatu hal yang baru. Saran dari beliau adalah supaya saya
tetap konsisten. Professional dan tetap teguh berdiri di ranah saya. Alasan
yang saya tangkap adalah lebih baik bergelut di satu bidang kemudian menjadi
seorang ahli yang memiliki kekuasaan rujukan, daripada memiliki berbagai
kegiatan dengan berharap menjadi seseorang yang multitalent namun karena berbagai alasan yang sekiranya mengganggu
seperti cape, jenuh, jadwal yang bertindih dan alasan-alasan lain, jangankan
menjadi ahli dari semua bidang yang ia geluti, satu pun tidak ada yang menjamin
ia akan sukses. Karena, pikiran dia akan melebar membentuk cabang-cabang yang
bisa membawa seseorang itu ke dalam ketidakteraturan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar