Minggu, 10 Mei 2015

Hikmah Kepemimpinan Dari Sepatu




            Budaya Indonesia meletakan peran sepatu sebagai suatu pelengkap bersandang berbagai kegiatan yang lebih formal. Walaupun secara intens kita menyadari bahwa kini, untuk sekedar hangout sekalipun sepatu lebih dipilih dibandingkan dengan sandal biasa. Siapa sangka, di balik perannya sebagai pelengkap “citra” manusia dari segi berpakaian, sepatu memiliki banyak simbol yang dapat kita maknai khususnya dalam kaitan kepemimpinan.
            Produsen sepatu menyadari betul bahwa dunia dan segala isinya tidaklah rata alias stagnan. Baik itu dari segi geografis, hobi, gaya hidup termutakhir, ekonomi, dll. Maka mereka merancang desain, bahan, budgeting, dan komponen lain dari sepatu supaya dapat cocok dan menyesuaikan di berbagai medan tertentu. Agar laku dipasaran, produsen sadar betul bahwa konsumen perlu mengetahui bahwa untuk melangkahkan kaki melewati medan A mesti memakai sepatu A. Jika tidak, besar kemungkinan ia dapat tergelincir dan kemudian terluka sehingga gagal melangkahkan kakinya ke tujuan awalnya.
            Sepatu memberikan pelayanan yang istimewa bagi pemakainya jika dipakai di medannya. Banyak sekali beredar sepatu-sepatu bajakan yang mana merugikan pemakainya. Harganya yang relatif murah memang menggiurkan. Namun, seiring berjalannya waktu, konsumen pun sadar bahwa tidak cukup hanya dengan memandang harga sebagai patokan kualitas utama. Sepatu itu harus memiliki standar kelayakan dan sertifikasi khusus sebelum ia percayai untuk menemani setiap langkahnya. Sepatu dengan berbagai variasi dan spesifikasi kemampuan khusus tersebut memaksa konsumen perlu mengetahui spesifikasi sepatu tersebut. Konsumen harus tahu medan yang akan dilalui dan tujuan yang diidamkan. Perlu adanya integrasi dan sinerginitas antara sepatu dan penggunanya untuk meraih tujuan bersama.
            Begitu pun dengan pola kepemimpinan di tengah kita sekarang ini. Seorang pemimpin sudah semestinya mengerti dan membuka diri untuk meraih sinerginitas dengan yang dipimpinnya. Produsen adalah Tuhan YME yang telah menciptakan manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sudah barang tentu, jika manusia itu berjalan di jalan yang direstui-Nya maka keunggulannya akan sangat nampak melebihi kekurangannya karena semesta menutupinya. Di sini, sepatu dianalogikan sebagai manusia dengan peran sebagai pemimpin. Ajaran Islam pun dengan lantang menjungjung tinggi asumsi bahwa setiap manusia adalah pemimpin berdasarkan firman Allah Swt,”...Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah (pemimpin) di muka bumi...”. Pemakai (konsumen) dianalogikan sebagai masyarakat/yang dipimpin. Mereka berhak memilih, menuntut yang terbaik, membantu memberikan saran tentang arah tujuan suatu organisasi (formal maupun informal). Hanya saja, mereka pun sudah semestinya sadar akan visi bersama sehingga dengan tegas bisa berkata, “Kami punya tujuan ini, maka inilah tipe pemimpin yang kami butuhkan!”. Maka setelah itu terealisasi, “jiwa pemimpin” yang cenderung lebih cocok terhadap visi bersama itu akan muncul secara alami. Berikut rasa kejujuran, kasih sayang, tanggungjawab, komitmen, ketulusan, dan lain sebagainya. Semua itu ia persembahkan guna mengantarkan masyarakat ke tujuannya. Dengan segala potensi dan keunggulan (spesifikasi medan) yang ia miliki, ia akan mampu melangkah bersama menuju sebuah predikat akhir yang bahagia.
Sepatu bersifat mengayomi dengan keunggulan adanya kemampuan untuk mengapresiasi diri. Keunggulannya yang terpampang jelas membantunya untuk memberikan kontribusi maksimal kepada pemakainya. Begitu pun sebaliknya, kekurangannya terpampang jelas pula. Berkat kejujuran dan transparansinya, jenis sepatu tertentu kadang terkucilkan. Hal itu disebabkan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Namun, para produsen dan distributor pun lebih mengetahui di mana ia harus menempatkan sepatu jenis olahraga dan berbagai jenis lainnya. Jika diletakan di lokasi yang tepat, pasti sepatu itu akan laris. Begitupun Tuhan YME lebih mengetahui segala sesuatu, Ia akan menempatkan kita di tempat yang semestinya. Ditengah-tengah masyarakat yang berharap kontribusi kita. Tinggal satu hal, apakah kita mau melangkah bersama mereka? Meraih kesuksesan bersama berkat adanya sinerginitas antara masyarakat yang kita pimpin dengan diri kita sendiri.
Sukses membutuhkan sikap optimistis, berpikir positif, dan fokus pada cita-cita dan tujuan. Untuk menjadi optimistis sesungguhnya banyak hal yang kita miliki. Setidaknya kita punya badan yang sehat, bisa kuliah dan bekerja. Kita punya keterampilan, pendidikan dasar untuk melakukan sesuat. Kita punya keluarga atau teman walau mungkin Cuma satu orang yang siap mendukung kita. Kita juga anggota dari setidaknya satu keluarga, kelompok, lembaga, organisasi atau mungkin perusahaan. Dan, sekecil apapun tentu kita pernah punya prestasi atau kemampuan yang diakui orang lain. Kalau kita jeli, positif, dan apresiatif, tentu ada saja potensi, prestasi, dan kekuatan yang kita miliki yang bisa menjadi tumpuan agar kita optimistis dalam mengejar cita-cita dan tujuan.

Tidak ada komentar: