Selasa, 03 Juni 2014

Psikologi Komunikator


Kita akan mulai dengan pertanyaan dasar. “Apakah psikologi komunikator?”; “Mengapa kita harus memelajari kajian ini?”; “Seperti apa contoh-contoh pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari?”; “Elemen-elemen apa saja yang memberikan pengaruh terhadap kualitas ‘psikologi komunikator’ ini?” Jalaluddin Rakhmat di dalam bukunya akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

APA ITU PSIKOLOGI KOMUNIKATOR?
Jika sebelumnya Anda telah mempelajari media sebagai sarana transfer pesan dari setiap peserta komunikasi, maka kini Anda akan dihadapkan dengan pihak penyampai pesan yang di sini disebut dengan komunikator. Psikologi komunikator mengajak kita untuk menyadari bahwa ketika komunikator atau ketika Anda sedang menyampaikan pesan kepada orang lain, yang berpengaruh bukan saja apa yang Anda katakan. Tetapi juga keadaan kekinian yang sedang Anda miliki.

Rakhmat (2012) memberikan contoh seperti apa kasus-kasus di lapangan yang memiliki relevansi dengan psikologi komunikator.
1.     Suatu saat Anda berada di masjid atau rumah ibadat lainnya (bergantung pada agama Anda). Di mimbar, berdiri seseorang yang mengkhotbahkan pentingnya memelihara kebersihan moral dan menjauhi perbuatan dosa. Yang berkhotbah memakai jeans yang sudah lusuh, berambut gondrong dan kusut, memakai kalung hitam yang memakai gantulan tengkorak kecil, dan berjaket hitam dengan lukisan apel merah yang besar. Anda masih dapat melihat akar bahar menghias lengannya yang kekar. Ia mengutip ayat-ayat suci. Ia serius. Besar dugaan saya, Anda tidak akan mempercayai ocehannya. Anda akan menganggapnya sebagai orang yang gila dan tersesat masuk rumah ibadat.
2.       Seorang bidan menganjurkan istri Anda untuk menggunakan susu bubuk Nestle untuk anak kesayangan Anda. Ia membawa contoh susu bubuk itu ke rumah Anda. Ia menjelaskan bahwa Nestle dibuat hampir mirip susu ibu, dengan kadar protein yang tinggi, mengandung vitamin dan mineral yang berguna bagi pertumbuhan bayi Anda. Ia datang ke rumah Anda; masih memakai tunik putih dan Anda samar-samar mencium bau rumah sakit. Besar dugaan saya, Anda akan menerima atau paling tidak memikirkan untuk menerima anjurannya. Tidak terbayang pada benak Anda, bahwa perusahaan multinasional tengah “membunuh” bayi-bayi di negara dunia ketiga melalui tenaga-tenaga paramedis (mudah-mudahan ini terjadi hanya dalam contoh pada buku ini).

Dari kedua contoh yang dikemukakan Rakhmat (2012), terdapat sebuah fakta bahwa seseorang yang berkomunikasi tidaklah sedang mengomunikasikan apa yang ia katakan semata, namun pula ia mengomunikasikan siapa dia. Perihal ini dipertegas dengan argumentasi dari Aristoteles dalam Rakhmat (2012: 252) yang menulis:
    
Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain: Ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persesuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya. (Aristoteles, 1954: 45)
                                                                                                                          
Dengan demikian, setelah memelajari kajian psikologi komunikator ini, Anda diharapkan mampu menjadi komunikator yang bijaksana. Karena, kita menginginkan timbal balik dari proses komunikasi yang sedang kita lakukan. Komunikasi yang bersifat persuasi menjadi alasan mengapa kita harus menjadi komunikator yang baik. Pasalnya, Anda tidak dapat menyuruh pendengar untuk memperhatikan bahkan mengikuti apa yang Anda katakan. Pendengar akan memperhitungkan pula siapa yang mengatakan/memberikan informasinya. Kadang-kadang siapa bisa jadi lebih penting dari apa.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KARAKTER KOMUNIKATOR?

Kita telah memerhatikan uraian di atas tentang selayang pandang psikologi komunikator. Mungkin, Anda kini telah sadar dan bersiap diri untuk memutar haluan ke arah predikat komunikator yang bijaksana. Sehingga, Anda dapat berkomunikasi dan berpersuasi dengan baik. Namun, kini Anda dipermasalahkan dengan apa saja yang harus Anda persiapkan? Karakteristik semacam apa yang harus ada dalam diri Anda supaya mampu menjadi seorang komunikator yang sukses?

Setelah Anda menyimak argumentasi dari filsuf asal Yunani, Aristoteles: karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya. Namun, karakter seperti apa yang dimaksudkan oleh Aristoteles? Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethous. Ethous ini terdiri atas pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik. Sekali lagi saya tekankan kepada Anda, bahwa karakter yang dimaksud oleh Aristoteles adalah pikiran, akhlak, dan maksud. Kelengkapan elemen-elemen tersebut akan sangat berpengaruh ke dalam efektivitas komunikasi Anda.

Pendapat Aristotles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Wlater Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Mereka menyebut ethous ini credibility yang terdiri atas dua unsur: Keahlian dan rasa percaya (Rakhmat, 2012:253). Ketika Anda jatuh sakit, itu disebabkan karena Anda tidak mengindahkan pepatah teman Anda untuk banyak beristirahat. Namun, ketika dokter yang menasihati Anda, Anda akan mengikutinya karena Anda percaya bahwa dokter itu memiliki keahlian. Dalam kasus ini, teman dekat Anda tidak memiliki rasa kepercayaan dari Anda.

Istilah-istilah yang dikemukakan oleh Hovland dan Weiss tidaklah mutlak. Ini semua disebabkan berkembangnya ilmu komunikasi. Sehingga, ahli-ahli komunikasi mempunyai istilah-istilah baru untuk expertise dan trustworthiness. Berikut ini adalah pandangan yang berbeda para ahli terhadap pemikiran Hovland dan Weiss:

Expertise (keahlian)
-         McCroskey (1968)    : authoritativeness
-         Markham (1968)       : faktor reliablelogical
-         Berlo, Lemert, dan Mertz (1966) : qualification

Trustworthiness (dapat dipercaya)
-         Beberapa peneliti menggunakan istilah safety, character, atau evaluative factor

Rakhmat (2012:253) menyebut kedua hal di atas dengan kredibilitas. Namun, Anda tidak direkomendasikan dengan hanya memandang kredibilitas sebagai penentu efektivitas komunikator. Anda juga akan dihadapkan dengan kedua unsur lainnya: Atraksi komunikator dan kekuasaan. Ini semua merupakan penyederhanaan dari ethous yang dikemukakan oleh Aristoteles.

Sampai di sini, kita telah mendapatkan beberapa pokok pembahasan. Ini diharapkan dapat memudahkan Anda ketika mempelajari kajian ini. Diantaranya:
    -Psikologi komunikator mengajak kita untuk menyadari bahwa ketika komunikator atau ketika Anda sedang menyampaikan pesan kepada orang lain, yang berpengaruh bukan saja apa yang Anda katakan. Tetapi juga keadaan kekinian yang sedang Anda alami.
      -Seseorang yang berkomunikasi tidaklah sedang mengomunikasikan apa yang ia katakan semata, namun pula ia mengomunikasikan siapa dia.
   -Pendengar akan memperhitungkan pula siapa yang mengatakan/memberikan informasinya. Kadang-kadang siapa bisa jadi lebih penting dari apa.
      -Aristoteles menyebut karakter komunikator sebagai ethous. Ethous ini terdiri atas pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik.
      -Dari penggunaan istilah oleh para ahli komunikasi, ethous ini disederhanakan menjadi: kredibilitas, atraksi komunikator, dan kekuasaan.


Daftar Pustaka
Aristoteles. (1954). Rhetoric and Poetics. New York: Random House.
Berlo, D.K.J., Lemert, dan R. Mertz. (1966). “Dimension for Evaluation the Acceptability of
Message Sources”. Laporan Mimeorgraf, Eas Lansing, Mich: Michigan State University.
Markham,D. (1968). “The Dimensions of Source Credibiliy of Television New Casters”. Journal of Communication. 18, 57-64.
McCroskey, J.C. (1968). An Introductin to Rhetorical Communication. Englawood Cliffs: Prentice-Halls,Inc.
Rakhmat, J. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar: