Sadar atau tidak, otak
primitif atau naluri kita prinsipnya hanya bertugas untuk bertahan hidup dan memperbanyak keturunan. Kemudian berkembang menjadi kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan dan
papan. Dari tiga kebutuhan pokok tersebut kemudian berkembang lagi
menjadi 6 kebutuhan gaya hidup yaitu
Religi, kesenangan, sosial/relasi/komunikasi,
kebutuhan untuk memberi,materi,dan kesehatan. Oleh sebab itu,
sebagaimana kita ketahui manusia adalah makhluk sosial yang
tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Hal itu menyebabkan manusia harus
selalu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar di sepanjang
usianya. Sudah barang tentu semua kebutuhan tersebut membutuhkan fasilitas
penunjang atau media, guna memenuhi tuntutan kebutuhan manusia yang ingin serba
instan dan mudah dalam melengkapi kebutuhannya termasuk berkomunikasi. Alhasil,
dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan zaman mulai dijumpai berbagai kreasi
dan inovasi baik itu berupa perangkat keras maupun lunak untuk memudahkan dan memanjakan
manusia dalam berkomunikasi.
Acara berita nasional di TV
mengabarkan bahwa pada 31 Juli 2013 masyarakat Indonesia yang telah memiliki
akun twitter telah mencapai angka yang fantastis yakni 20 juta users. Kabar
tersebut sebetulnya bukan berita yang heboh untuk masyarakat biasa seperti
kita, namun sangat menguntungkan bagi mereka yang berkepentingan baik dalam hal
politik, ekonomi, sosial dll.
Dikarenakan segala gagasan berupa promosi, kritik, saran, dan lainnya akan dengan
mudahnya diketahui masyarakat tanpa harus mengeluarkan budget yang melambung.
Contoh fasilitas lainnya adalah Handphone dan kartu SIM dengan segala kemudahan
dalam fitur dan harga yang ditawarkannya. Memanjakan kita untuk berkomunikasi
tanpa harus repot-repot mengirim surat via pos yang harus memakan waktu lama
atau tanpa harus menggunakan sarana transportasi seperti angkot untuk berjumpa
dengan orang yang akan kita tuju. Kita butuh yang lebih mudah, instan dan
murah,dan sekarang kita telah mendapatkannya. Betapa pentingnya arti komunikasi
bagi kita, bahkan pulsa pun melonjak dari kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih.”(QS. 14:7). Dari ayat tersebut semestinya kita mensyukuri
fasilitas-fasilitas penunjang komunikasi dengan cara memanfaatkan dan
mengaplikasikannya dalam kebaikan dan apa yang diperintahkan oleh Tuhan YME.
Mengapa demikian? Karena pastinya kita tidak mau terkena dampak buruk/negatif
dari kelengahan kita dalam melakukan proses komunikasi tersebut.
Namun, kita seharusnya
mengetahui bahwa komunikasi itu tidak ditentukan dari seberapa baik kita mengatakan berbagai hal, tetapi
seberapa baik kita dimengerti. Sekarang mari kita perhatikan pemimpin dan
wakil rakyat kita dalam hubungan/relasi, dan cara mereka berkomunikasi dengan
rakyatnya. Sungguh benar bahwa dengan adanya media sangat membantu mereka, tapi
tidak dengan kita. Kita memang dapat membaca dan menyaksikan apa yang mereka
ungkapkan di media sosial, spanduk, banner, iklan namun kita seakan dituntut
untuk sekedar mengetahui namun tidak untuk memahami. Kita semua harus
mengetahui bahwa komunikasi merupakan tugas pemimpin yang utama. Apakah kurang Ir.
Soekarno memberikan contoh yang amat berpengaruh bagi bangsa ini, dimulai dari
cara ia berkomunikasi dan semangat dalam mendekatkan diri dengan rakyatnya. Beliau
telah membuat kita menyimpulkan bahwa masyarakat (pendengar) membentuk
persepsinya terhadap seorang pemimpinnya (pembicara) melalui tiga aspek,antara
lain 7% verbal (apa pesan yang dikatakan), 38% vokal (bagaimana pesan itu
disampaikan), 55% visual (bagaimana penampilan pembicara). Namun di era modern
seperti ini pemimpin kita seakan merasa cukup berkomunikasi lewat media saja
tanpa ingin berinteraksi langsung dengan rakyatnya serta tak peduli dengan
keadaan real yang dihadapi rakyatnya. Contoh ilustrasinya seperti ini, ”BUANGLAH
SAMPAH PADA TEMPATNYA!” ujar pemimpin. Kemudian masyarakat akan membaca, memperhatikan,
dan langsung mengolah pesannya di otak.Serta kemudian diaplikasikan lewat
syaraf motoriknya. Namun pemimpin kita hanya bisa berkata, memerintah tanpa
mengetahui situasi real yang sebagaimana disebutkan tadi. Pemimpin kita tidak
sadar bahwa membuang sampah pada
tempatnya itu membutuhkan 3 aspek agar terealisasi yaitu manusia
(subjek), sampah (objek), dan tempat
sampahnya. Untuk subjek dan objeknya itu pastinya sudah ada, namun
TIDAK dengan tempat sampahnya. Logikanya, ketika kita sedang berada di taman
dan ingin membuang botol minuman maka kita pun akan mencari tempat sampah
terdekat, jikalau tidak ada pastinya kita akan membuangnya sembarangan dengan
alasan “SO WHAT, TOH TEMPAT SAMPAHNYA
JUGA ENGGAK ADA”. Ini semua karena para pemimpin di era ini hanya
mengandalkan berkomunikasi dengan verbal, tanpa ingin mengetahui keadaan yang
sedang dihadapi rakyatnya. Jikalau ada, itupun hanya bisa dihitung dengan jari.
Sungguh inilah kenyataan yang negeri
kita hadapi saat ini. Masyarakat seperti kehilangan sosok pemimpinnya, mereka
hanya tahu wajah pemimpinnya ketika masa kampanye, itupun hanya foto calon
pemimpinnya yang berserakan dimana-mana. Sungguh ironi ketika pemimpin tidak
dikenali rakyatnya dan sebaliknya. Mereka lebih tahu Barack Obama daripada
dengan Camatnya sendiri. Padahal,
pemimpin dan yang dipimpin pun perlu tahu, perlu mengerti tentang segala
permasalahan yang dialami Negeri ini. Karena mungkin jika semua pihak mengerti,
mungkin setidaknya kritik, saran, dan solusi penyelesaian akan hadir dari semua
pihak.
Negara ini membutuhkan pemimpin
yang dapat berbaur dengan kehidupan rakyatnya, tanpa ada sekat pemisah antara
levis dan katun, dasi dan sorban, kursi empuk dan kursi kayu. Semua itu butuh
daya intropeksi akan tugas masing-masing,dan komunikasi merupakan tugas kepemimpinan
yang sebenarnya.
KAMI BUTUH BUKTI YANG
REAL, BUKAN HANYA SEKEDAR JANJI YANG TAK KUNJUNG JADI.